Pemilu setiap lima tahun sekali merupakan sebuah amanat yang terkandung dalam konstitusi yang berlaku di Indonesia dan hal tersebut sama sekali tidak bisa ditunda lantaran justru akan menjadikan sistem demokrasi tidak berjalan dengan baik serta justru bertentangan dan melanggar aturan. Apresiasi pun patut diberikan kepada Pemerintah yang berupaya maksimal mewujudkan Pemilu tersebut agar dapat sesuai jadwal.
Proses Pemilihan Umum (Pemilu) sendiri menjadi suatu hal yang sangat penting dan memang harus diselenggarakan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan bangsa ini menjalankan sebuah sistem politik demokrasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahannya, di mana sudah menjadi salah satu pilar dan prasyarat berkalannya sistem demokrasi adalah dengan dilaksanakannya Pemilu.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari ikut angkat bicara mengenai ramainya wacana penundaan pesta demokrasi Pemilu 2024. Dirinya menegaskan bahwa sudah menjadi amanat dari konstitusi bahwa penyelenggaraan Pemilu harus dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali.
Lebih lanjut, dirinya menambahkan bahwa hasil pembahasan secara bersama oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), DKPP dan juga Kementeria Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) telah sepakat bahwa hari pencoblosan Pemilu 2024 dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024.
Bukan hanya itu, bahkan beberapa waktu lalu, Peraturan Pemeritah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu juga sudah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR RI. Termasuk juga, sampai saat ini seluruh tahapan dan proses pemilu juga masih terus berlangsung.
Sementara itu, belakangan justru setelah terjadinya kisruh mengenai bagaimana tuntutan dari Partai Prima kepada KPU untuk melakukan penundaan Pemilu 2024, justru terdapat lagi tuntutan yang dilayangkan oleh Partai Beringin Karya (Berkarya) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk melakukan penundaan pula.
Kemudian, mengenai adanya tuntutan tersebut, Komisioner KPU, Idham Holik langsung meresponnya dan menegaskan bahwa tuntutan itu sangat mustahil untuk diwujudkan. Bagaimana tidak, pasalnya memang Pemilu sendiri harus dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali dan hal tersebut memang sudah tercantum dalam Undang-Undang (UU).
Dirinya juga menegaskan bahwa sejatinya penyelenggaraan Pemilu setiap lima tahun sekali merupakan amanat dan konstitusi, sehingga tentunya penundaan akan pesta demokrasi sama sekali tidak bisa dilakukan, ataupun ingin dilakukan maka harus melalui amandemen konstitusi.
Sedangkan di sisi lain, memang untuk melakukan pengubahan akan konstitusi bukanlah hal yang mudah dan cepat, melainkan harus mengalami proses yang cukup panjang. Sama seperti adanya tuntutan yang dilayangkan oleh Partai Prima, KPU dalam hal menghadapi tuntutan dari Partai Berkarya juga melayangkan gugatan balik.
Bahkan, Idham menegaskan bahwa pihaknya akan berupaya dengan semaksimal mungkin untuk bisa memenangkan gugatan tersebut dan juga telah mengambil pellajaran atas gugatan sebelumnya yang sempat dilayangkan oleh Partai Prima dalam menghadapi Partai Berkarya di PN Jakarta Pusat.
Pada kesempatan lain, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggarini meminta kepada pihak Komisi Yudisial (KY) untuk jauh lebih proaktif dalam PN Jakarta Pusat yang sempat meminta KPU melakukan penundaan Pemilu.
Tentunya gugatan tersebut adalah sebuah hal yang sangat mampu menimbulkan kontroversi di publik dan juga memiliki potensi dampak yang sangat luas, khususnya adalah mengenai kepentingan politik praktis di Indonesia.
Adanya gugatan kepada KPU untuk melakukan penundaan Pemilu 2024, yang sama sudah jelas menyalahi amanat konstitusi yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilu harus dilakukan setiap lima tahun sekali tersebut bahkan juga bisa dianggap sebagai gangguan dinamika ketatanegaraan di Indonesia.
Bisa dikatakan putusan dari PN Jakarta Pusat yang sempat memenangkan Partai Prima dan mengabulkannya untuk menggugat KPU agar melakukan penundaan Pemilu sama saja merupakan upaya untuk melawan konstitusi, dan apabila memang misalnya gelaran pemilu ternyata ditunda, maka hal tersebut sudah menyalahi aturan.
Terlebih, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) sendiri sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan sebuah masalah yang terjadi dalam proses pendaftaran dan juga verifikasi partai politik peserta Pemilu sebagaimana kasus dalam Partai Prima.
Bagaimanapun, apabila seandainya terjadi permasalahan dalam pendaftaran dan juga verifikasi partai politik (Parpol) peserta pemilu, maka sebenarnya sudah disediakan sebuah skema keberatan yang melalui UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan memang hanya bisa melalui Bawaslu dan juga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Jelas sekali bahwa penyelenggaraan Pemilu sama sekali tidak bisa ditunda dan memang harus dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali karena hal itu sudah sangat sesuai dengan amanat yang telah termaktub dalam konstitusi. Justru upaya untuk melakukan penundaan Pemilu adalah sebuah hal yang bertentangan dengan aturan.
No comments:
Post a Comment