Jakarta, Beritasatu.com – Salah
satu ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang menarik perhatian publik adalah
pasal 218 yang mengatur soal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
Terkait
itu, anggota Tim Sosialisasi RUU KUHP, Albert Aries menilai mencuatnya
kekhawatiran soal potensi konflik kepentingan mengenai penerapan pasal tersebut
nantinya tidak beralasan.
Albert
menjelaskan, sebagai delik aduan, Pasal 218 RUU KUHP hanya dapat diproses hukum
jika ada pengaduan dari presiden kepada kepolisian. Untuk itu, dia menekankan
relawan atau simpatisan tidak dapat melaporkan adanya dugaan pidana terkait
Pasal 218 RUU KUHP. Dengan demikian, Albert menyatakan, kekhawatiran adanya
potensi konflik kepentingan dalam penerapan pasal penghinaan presiden tersebut
tidak beralasan.
“Kekhawatiran
dari sebagian kelompok mengenai pasal tersebut rawan konflik kepentingan dan
keseganan dari penyidik Polri dalam menyidik dan melimpahkan perkara tersebut
ke jaksa penuntut umum untuk dilakukan penuntutan adalah kekhawatiran yang
sangat tidak beralasan,” ujar Albert kepada wartawan, Kamis (7/7/2022).
Dijelaskan Albert, hal tersebut karena
pengadilan yang nantinya bakal menentukan benar atau salahnya seseorang dalam
sebuah kasus. Hal itu ditegaskannya sesuai dengan mekanisme pembagian kekuasaan
antara eksekutif dan yudikatif serta check and balances dalam sebuah
negara demokrasi.
“Apalagi
Pasal 218 RUU KUHP tersebut memiliki alasan penghapus pidana khusus yaitu bukan
penyerangan harkat dan martabat presiden jika dilakukan untuk membela diri atau
kepentingan umum,” tutur Albert.
Sebagai informasi, Pasal 218 ayat (1) RUU
KUHP berbunyi, “Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat
dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara
paling lama tiga tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”
Sementara
itu, pada ayat (2) disebutkan, “Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau
harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan
untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.”
Diketahui, Komisi III telah menerima draf RUU KUHP terbaru dari pemerintah yang terdiri dari 632 pasal. Draf ini diserahkan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej kepada pimpinan Komisi III saat rapat kerja dengan Komisi III di gedung DPR, kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
No comments:
Post a Comment