inilah pernyataan sikap dari beberapa tokoh adat Papua dan Forum peduli kemanusiaan meminta pemerintah pusat untuk segera menunjuk penjabat Gubernur Papua Lukas Enembe dalam mengawal roda pemerintahan yang belum berjalan maksimal
“saat ini kondisi Gubernur Papua lagi sakit dan menjalani perawatan, “kata Jackob Fiobetauw Ketua Peradilan Adat Suku Sentani Kabupaten Jayapura yang di dampingi oleh Menase Taime Ketua Forum Peduli Kemanusiaan, Jhon Maurits Suebu Sekretaris Forum Peduli Kemanusiaan, Jhon Suebu Ondoafi Ifale, Wakil Ketua Klasis GKI Sentani Piter Yom, SE, Harly Ohee Ondoafi Heram, Septinus Ibo Ondoafi Atamali Jhon Tukayo, Kepala Suku Heram Ayapoesar kepada awak media di salah satu kafe di Jayapura(4/1/22)
menurutnya, efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di Papua, belum berjalan maksimal. Salah satu faktor penyebabnya adalah; minimnya kapasitas pejabat pelaksana dalam mengelola birokrasi yang besar.
lanjut, Kapasitas penyelenggara pemerintahan menjadi salah satu faktor, terhadap masih banyaknya masalah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan di Papua. Rendahnya kualitas pejabat dan tindakan korup yang berlebihan, turut menambah ‘citra buruk’ birokrasi yang tidak diharapkan publik.
“ya tentunya Gubernnur Papua sakit akan menambah citra buruk,birokrasi yang tidak di harapkan publik,”terangnya
sehingga keburukan birokrasi ini, tak lepas dari lemahnya kepemimpinan di Papua. Gubernur Lukas Enembe yang sejatinya dapat mengelola Papua lebih baik, malah meninggalkan rekam jejak yang semakin memperparah pelayanan birokrasi terhadap masyarakat.
di katakan Lukas Enembe memang tidak lagi mampu dalam setahun terakhir. Begitu banyak peristiwa, dimana menunjukkan kualitas kepemimpinan orang nomor satu Papua itu, terus merosot.
“ini sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatannya yang menurun drastis. Lukas dikabarkan, bahkan kini tengah menjalani perobatan besar di luar negeri.”ujarnya
lanjut Jackob, Lukas mesti mengikuti berbagai petunjuk dokter dan tindakan medis yang menyita waktunya untuk melayani warga Papua.
“sekarang ini kondisi lagi konsentrasi pada perobatan diri,ini kan sama saja Gubernur Lukas telah mengabaikan tugasnya sebagai Gubernur Papua,”
Persoalan Pon xx Papua
Dilain sisi, ada persoalan pasca PON XX Papua yang berlarut-larut. Berbagai lapisan di Papua, termasuk tokoh Gereja Katolik, Pastor Yohanes Djonga, telah mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memeriksa Panitia Besar PON XX atas dugaan penyalahgunaan dana.
Tuntutan agar masalah PON diselesaikan, bukan tanpa alasan. Forum Peduli Kemanusiaan mencatat, sejumlah lahan ulayat yang digunakan untuk pembangunan sejumlah venue PON xx yang belum terbayarkan
“belum dibayar oleh Pemerintah Papua. Diantaranya adalah Venue Cricket, di Doyo, Kabupaten Jayapura,”jelasnya
lanjut, segudang soal ini, telah membuat malu masyarakat Papua. Ini juga berbanding terbalik dengan janji pemerintah. Pemerintah mengatakan, akan membayar lunas masalah hak ulayat, tapi ujungnya tidak jelas. Acara pembukaan PON digelar meriah, penuh pesta kembang api, tapi ternyata ada pemilik tanah yang ditipu.
apalagi atas persoalan Papua dan pemimpinnya yang tidak fit, tokoh adat dan Forum Peduli Kemanusiaan di Papua mendesak kepada pemerintah:
“kami minta segera menunjuk seorang Penjabat Gubernur Papua agar kiranya pemerintahan dapat kembali optimal. Dengan tiadanya Wakil Gubernur dan kondisi Gubernur Papua yang sakit-sakitan, telah mengakibatkan kegaduhan birokrasi dan minusnya pelayanan publik.
Lanjut lagi, penjabat Gubernur Papua yang ditunjuk, selambat lambatnya hingga akhir Maret 2022.Kami juga minta pemerintah pusat segera bersikap dengan menangkap/memeriksa Ketua PB PON Papua Yunus Wonda dan Sekum KONI Papua Kenius Kogoya karena tidak becus mengatur dana PON sehingga hak ulayat masyarakat berupa tanah atau lahan yang dibangun infrastruktur PON belum dibayar hingga kini.
Kepada Bupati Jayapura, untuk segera mendorong pemerintah pusat dan provinsi Papua membayar hak pemilik ulayat. Masyarakat sangat kecewa dengan sikap yang tidak menghargai adat.
Jika permintaan ini tidak diindahkan, maka masyarakat adat akan bertindak lebih besar dengan menggugat pemerintah dan pihak terkait agar segera melunasi hak-hak yang belum dibayarkan.(Epen)
No comments:
Post a Comment