Covid-19 hingga saat ini masih menjadi ancaman nyata
sekaligus musuh bersama kendati pemerintah telah menggencarkan vaksinasi bagi
masyarakat. SARS-CoV-2 yang terus bermutasi dikhawatirkan menyebabkan vaksin
yang telah disuntikkan tidak begitu efektif menangkal varian baru Covid-19,
seperti Alpha, Delta dan Omicron.
Hal ini lantas membuat banyak orang menyangsikan efektivitas
vaksin dan memunculkan spekulasi bahwa pandemi Covid-19 tidak akan berakhir dalam
1-2 tahun ke depan. Padahal, menurut Dokter Spesialis Patologi Klinik Rumah
Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dr. Tonang Dwi Ardyanto,
Sp.PK(K), Ph.D, FISQua, vaksin tetap bermanfaat mencegah penularan Covid-19.
Walau seseorang yang sudah divaksinasi dosis pertama atau
lengkap tetap berpeluang tertular Covid-19, nyatanya vaksinasi bisa mengurangi
tingkat keparahan dan kematian.
"Pada uji klinik dulu, target yang sudah terbukti
memang baru pada tahap mencegah gejala. Belum teruji apakah mampu mencegah
infeksi. Setelah dipakai 1 tahun lebih, ada data yang bisa dianalisis,"
tulis dr. Tonang, Minggu (6/2/2022).
dr. Tonang yang kerap membagikan informasi seputar Covid-19
melalui media sosial lantas membuat simulasi sederhana berapa persentase
terjadinya infeksi pada kelompok yang sudah maupun sama sekali belum
divaksinasi. uns.ac.id telah mendapatkan izin untuk mengunggah ulang hasil
simulasinya, yang dibagi dr. Tonang menjadi tiga bagian.
Vaksinasi Covid-19 di Indonesia
Kendati muncul varian Omicron, pemerintah tetap
menggencarkan vaksinasi dengan menggunakan vaksin Covid-19 yang sudah ada.
Perlu diketahui juga bahwa Presiden Joko Widodo telah memerintahkan program
vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau booster sejak tanggal 12 Januari 2022 yang
lalu. Vaksin booster diberikan kepada masyarakat berusia 18 tahun ke atas yang
telah mendapatkan vaksin dosis kedua dengan jangka waktu lebih dari enam bulan.
Jika dilihat dari data dari tanggal 1 Januari sampai 4 Februari
2022, secara kumulatif terdapat 183.974 kasus Covid-19 baru. Dr. Tonang
kemudian menyimulasikan bila jumlah sebenarnya dianggap sebesar 10 kali lipat,
maka total kasus kumulatif sebanyak 1.839.740.
Sementara jika ditengok dari persentase masyarakat yang sudah
divaksinasi lengkap hingga saat ini sudah mencapai 48 persen atau setara
130.462.639 orang.
Sedangkan, total yang sudah divaksinasi dosis pertama sebanyak
68 persen atau setara 186.205.028 orang.
Jika ditemukan kasus penularan Covid-19 di antara kelompok yang
sudah divaksinasi maka bisa disebut Breakthrough Infection atau mudahnya
disebut B-Infection rate. "Simulasi pertama seandainya dianggap semua
kasus baru itu terjadi pada yang sudah tervaksinasi minimal satu dosis, maka
B-infection rate sebesar 0,99 persen," jelas dr. Tonang.
Pada simulasi kedua, seandainya jumlah kasus baru Covid-19 itu
proporsional sebesar 68 persen atau 13 dari 18 kasus pada kelompok tervaksinasi
dan 32 persen atau 5 dari 18 kasus pada kelompok belum divaksinasi, maka
B-Infection rate sebesar 0,68 persen.
"Simulasi ketiga seandainya jumlah kasus sama banyak, sebut
saja masing-masing 9 dari 18 kasus, masing-masing pada kelompok tervaksinasi
dan belum tervaksinasi, maka B-Infection rate adalah 0,49 persen,"
terangnya.
Jika dilihat dari laporan luar negeri, jumlah yang terinfeksi
Covid-19 pada kelompok belum tervaksinasi secara proporsional lebih besar.
"Bila itu terjadi juga di Indonesia, maka B-Infection rate akan lebih
rendah lagi," kata dr. Tonang.
Melalui ketiga simulasi tersebut, saat kondisi paling
pesimistis, yaitu pada simulasi pertama pun, sekitar 99 persen orang yang sudah
tervaksinasi dapat tercegah dari infeksi Covid-19.
Karena tercegah dari infeksi, maka risiko gejala yang
diakibatkan Covid-19 akan menurun dan dapat mengurangi risiko penularan kepada
orang lain.
"Dengan demikian terpenuhi tujuan vaksinasi adalah melindungi diri sendiri
dan orang-orang di sekitarnya," katanya.
Jika dilihat dari simulasi pertama, dr. Tonang mengatakan bahwa
angka B-Infection rate tersebut wajar dan layak dinyatakan bahwa vaksinasi
sangat mampu mencegah infeksi Covid-19. Bila dianggap kasus sebenarnya 30 kali
lipat dari laporan, maka B-infection rate 2,96%.
Memang ada kekhawatiran bahwa angka laporan nasional tersebut
belum cukup representatif, karena kapasitas tes belum merata. Maka bila dicoba
simulasi serupa untuk Jakarta yang kapasitas tes sudah relatif merata, maka
simulasi 1 menghasilkan B-Infection rate sebesar 10,01%.
"Kalau angka 90 persen bahkan lebih itu dianggap tidak ada
manfaatnya, tentu tidak tepat. Jelas, tentu banyak faktor saling melengkapi,
terutama menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) dan vaksinasi. Tapi kita tentu
ada saatnya akan jenuh menerapkan terus Prokes. Ada kalanya kita longgar. Maka
vaksin yang berperan dalam jangka panjang," jelas dr. Tonang.
dr. Tonang mengaku syukuri bila sebagian besar yang sudah
divaksinasi, ternyata tercegah infeksinya. Untuk sebagian kecil yang tetap
terinfeksi, dr. Tonang memeringatkan untuk terus berhati-hati walau sudah divaksinasi.
"Syaratnya masih sama Prokes ketat, vaksin dipercepat, sampai kita yakin sudah bisa mengendalikan pandemi," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment