Tahap pencoblosan Pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak 9 Desember sudah selesai dilaksanakan. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki beberapa catatan penting untuk evaluasi.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan, aspek pertama dari sisi pandemik yang membuat adanya protokol kesehatan (prokes) pencegahan penyebaran covid-19.
Berkat sosialisasi dari penyelenggara pilkada dan pemerintah mengenai penerapan prokes, mampu berdampak kepada kesadaran pemilih yang cukup baik.
"Pemilih yang hadir mengikuti ketentuan dan mengusahakan hadir pada jam yang telah ditentukan, menggunakan masker, menjaga jarak dan tidak menciptakan kerumunan setelah menggunakan hak pilih. Jumlah pemilih yang hadir di TPS dan menggunakan hak suara secara umum dapat diatur dan dikendalikan oleh penyelenggara pemilihan sejak pembukaan TPS hingga rekapitulasi suara," kata Afif saat Konferensi Pers di Media Center Bawaslu, Jakarta Pusat, Kamis (10/12/2020).
Namun, dikarenakan terdapat penyelenggara pemilihan (pilkada) yang dinyatakan reaktif, hal itu mengurangi jumlah penyelenggara di TPS meskipun tidak mengganggu jalannya proses pungut hitung secara signifikan.
"Hal itu tidak mengganggu secara signifikan proses pemilihan dan kondisi tersebut memengaruhi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara serta partisipasi masyarakat," katanya.
Aspek kedua dari sisi penyelenggaran, dalam situasi pandemik masih sama dengan masalah yang biasa terjadi dalam pilkada sebelumnya. Afif mencontohkan seperti masalah daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak ditempel atau perlakuan petugas yang berbeda terhadap kasus yang sama.
"Misalnya ada orang datang ke TPS karena tidak bawa KTP dan identitas lain, kadang perlakuannya berbeda antara satu TPS dengan TPS yang lain," tutur dia.
Selain itu, terang pria lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, tingkat pemahaman dan kemandirian penyelenggara pemilihan di setiap daerah berpengaruh langsung terhadap kualitas pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara.
"Terdapat permasalahan surat suara kurang dan tertukar, penentuan syarat suara sah dan tidak sah, penentuan cara penggunaan hak pilih dengan cara mencontreng surat suara, penggunaan hak pilih orang lain, memilih lebih dari satu kali, dan penyelenggara pemilihan menyalahgunakan surat suara. Ini yang masih terjadi," ujarnya.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menambahkan evaluasi dan catatan pelaksanaan Pilkada 2020 dilihat dari sisi penggunaan sistem informasi. Dia menjabarkan jika KPU menggunakan Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi), maka Bawaslu menggunakan Siwaslu.
"Dalam mendokumentasikan hasil penghitungan suara, Sirekap dan Siwaslu menggunakan metode yang hampir sama yaitu memfoto C.Hasil-KWK dan mengirimkannya melalui aplikasi Android," katanya.
Selain mendokumentasikan hasil, Fritz melanjutkan, Siwaslu juga mendokumentasikan proses persiapan pelaksanaan pemungutan dari masa tenang, persiapan logistik pemungutan suara, politik uang, dan proses pemungutan saat hari pencoblosan.
"Dengan sistem yang dimiliki Siwaslu maka sejak kemarin kami dapat menampilkan hasil pengawasan pada saat persiapan, proses penghitungan, dan setelah penghitungan," jelasnya.
Aspek ketiga, dari sisi tantangan rekapitulasi suara. Dia menyebutkan pelaksanaan rekapitulasi suara yang berlangsung berdasarkan data bergerak KPU menggunakan Sirekap belum maksimal dalam mengumpulkan data hasil dari setiap TPS.
"Proses input data ke Sirekap memerlukan percepatan jika proses rekapitulasi suara diputuskan dilakukan melalui sistem informasi itu. Hal itu mengingat keterbatasan jaringan merupakan tantang utama bagi penggunaan sistem informasi," katanya.
Apabila rekapitulasi dilakukan secara manual, Fritz meyakinkan KPU harus segera mengeluarkan kebijakan agar semua PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) menerapkan model rekapitulasi tersebut. Bila model rekapitulasi ini tidak segera diputuskan, maka rekapitulasi di tingkat PPK berpotensi molor hingga tenggat yang ditetapkan dalam Peraturan KPU (PKPU).
"Karena kalau kita melihat PKPU tahapan rekapitulasi tingkat kecamatan hanya hingga Senin, 14 Desember 2020," tunjuknya.
Terakhir, catatan dan evaluasi dilihat dari sisi tantangan kondisi alam. Menurutnya pelaksanaan pilkada di bulan Desember dengan kondisi musim hujan yang berpotensi mengganggu tahapan pemilihan khususnya pada pengamanan perlengkapan pemungutan suara, distribusi logistic, dan proses pemungutan suara.
"Potensi adanya hujan, angin kencang, dan ombak akhirnya dialami oleh sebagian daerah yang melaksanakan Pilkada 2020. Hal itu berakibat distribusi logistik yang terlambat sebagaimana hasil pengawasan Bawaslu pada akhirnya memundurkan waktu pembukaan TPS," sebutnya.
Selain itu akibat kondisi alam, terdapat TPS yang akhirnya dipindah karena lokasi sebelumnya terkena banjir sehingga pemungutan dan penghitungan suara tidak dapat dilakukan di lokasi tersebut.
"Kondisi alam yang dapat mengganggu pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara wajib menjadi perhatian bagi penyelenggara pemilihan kedepan. Daya antisipasi terhadap perubahan cuaca yang tidak pasti wajib diberlakukan terutama pada pengadaan dan pengiriman logistik serta penempatan lokasi TPS," jelasnya.
No comments:
Post a Comment