Omnibus Law RUU Cipta Kerja bermanfaat tak hanya untuk bidang ekonomi dan tenaga kerja, tapi juga pendidikan. Dalam RUU ini ada beberapa pasal yang mengubah dunia pendidikan jadi lebih baik. Misalnya, lembaga asing wajib mengajarkan bahasa Indonesia. Bahasa kita bisa mendunia dan dipakai oleh lebih banyak orang.
Dunia pendidikan di Indonesia keadaannya belum terlalu baik, bahkan dinilai masih carut-marut. Karena kebanyakan lembaga edukasi mengutamakan nilai daripada proses belajar. Para guru dan dosen mendapat sertfikasi namun ada yang malah rajin mengumpulkan poin namun lupa pada tujuan utama untuk mengutamakan anak didiknya. Sungguh miris.
Untuk mengubah keadaan ini, maka pemerintah mencantumkan klaster pendidikan di dalam RUU Cipta Kerja. Ada beberapa peraturan yang diubah, misalnya untuk pengajar dari negara lain. Para dosen dan guru lulusan kampus luar negeri tak harus punya sertifikat mengajar. Namun syaratnya, ia harus seorang alumni dari Universitas yang memiliki akreditasi A.
Pasal tersebut mengubah peraturan sebelumnya, yakni pasal 8 UU no. 14 tahun 2005 yang berisi para guru harus sehat jasmani dan rohani, memiliki kompetensi mengajar, dan punya sertifikasi. Para guru yang lulus dari kampus luar negeri bisa fokus pada pembuatan rencana mengajar dan proses pembelajaran, tanpa memusingkan sertifikasi yang butuh birokrasi panjang.
Hal ini bisa menyemarakkan dunia pendidikan, karena selama ini ada lulusan kampus luar negeri yang ingin mengajar di Indonesia. Namun terganjal karena tak punya selembar surat sertifikasi. Padahal ia ingin mengajar di Indonesia. Peraturan ini juga bisa membuat WNI yang sudah selesai kuliah S1 atau S2 di luar negri untuk pulang ke tanah air dan mengejar mimpi jadi pengajar.
Jika di Indonesia hampir semua lembaga edukasi diajar oleh lulusan luar negeri, tentu kualitas pendidikannya jadi lebih bagus. Karena wawasannya mereka lebih luas dan pengalamannya lebih kaya. Apalagi untuk pelajaran seperti bahasa Inggris atau Jerman, akan lebih baik jika diajar oleh penutur aslinya, yakni guru atau dosen yang berasal dari sana.
Selain itu, pada Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga mengatur tentang Lembaga pendidikani asing di Indonesia. Mereka wajib mengajarkan bahasa Indonesia walau muridnya kebanyakan ekspatriat. Kenyataannya para siswa tinggal di Indonesia, jadi harus bisa bahasa Indonesia. Jika murid itu kembali ke negara asalnya, mereka bisa menyebarkan bahasa Indonesia ke sana.
Perguruan Tinggi asing juga boleh memilih untuk memiliki pengajar dari luar negeri atau orang Indonesia. Kebebasan ini dimanfaatkan dengan baik. Pengajar asing tentu lebih bisa mendekati murid yang ekspatriat, karena budayanya yang hampir sama. Jadi bukannya mendiskreditkan pengajar dari Indonesia, namun memilih mana yang lebih cocok untuk muridnya.
Untuk membuat draft RUU Cipta Kerja klaster edukasi, maka Kemendikbud juga dilibatkan. Hal itu dilontarkan oleh Sekretars Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud Parstyanti Nurwadani. Pemerintah tidak mau main-main dan segera berkonsultasi dengan kementrian pendidikan sebagai pihak yang tepat untuk membahas masalah peraturan dalam hal edukasi.
Beberapa perubahan dalam RUU memang mengejutkan banyak orang. Apalagi ketika disebut pengajar dari luar negeri tak perlu sertifikasi. Hal ini jangan dipandang negatif, namun perlu dicerna lebih lanjut. Karena tak semua lulusan Universitas luar negeri yang diterima, melainkan hanya alumni dari Kampus yang bersertfikasi A dan berkompeten mengajar.
RUU Cipta Kerja juga bermanfaat dalam bidang pendidikan. Kampus dan lembaga edukasi lain akan makin dinamis dengan datangnya pengajar dari luar negeri. Mereka bisa transfer pengetahuan sekaligus melatih bahasa asing, karena merupakan native speaker. Para murid dan mahasiswa akan makin cerdas dan lancar berbahasa inggris.
No comments:
Post a Comment