Berbagai negara di dunia bersusah payah membebaskan diri dari jeratan penyebaran paham radikal. Hal ini dikarenakan tidak sedikit warganya yang hilang ataupun meninggalkan negara dan keluarganya demi jihad yang dipahami secara setengah-setengah.
Paham radikal ini telah mendapatkan respon positif dari para penganutnya karena para dedengkot gerakan radikal ini menggunakan pondasi agama, hal ini memungkinkan orang-orang yang sudah terkontaminasi dengan paham tersebut akan cenderung fanatik dan memaksakan paham keagamaan yang dianutnya agar diterima masyarakat secara luas dan tidak menutup kemungkinan cara-cara kekerasan seringkali digunakan karena menganggap orang atau kelompok yang berbeda dengan kelompok dan golongannya dianggap sebagai musuh yang harus dihancurkan.
Orang yang terpapar paham radikal tidak akan mengakui kedaulatan dan ideologi negara tempat ia tinggal. Di Indonesia Pancasila jelas menolak semua paham/ideologi yang berkaitan dengan radikalisme. Karena paham tersebut terbukti membahayakan negara Indonesia.
Paham radikal telah mengajak masyarakat untuk berpaling dengan Pancasila, parahnya kelompok radikal ini mengesahkan aksi kekerasan terhadap orang yang dianggap musuh. Mereka bahkan berani menyerang aparat yang sedang berjaga di pos, pada tingkatan yang sama mereka juga meneror tempat ibadah seperti gereja.
Melihat potensi bahaya paham radikal bagi keutuhan bangsa Indonesia, tentu saja masyarakat dan pemerintah harus bahu-membahu dalam meredam penyebaran paham radikal yang semakin menemukan celah dalam menyebarkan ideologinya.
Salah satu bahaya radikalisme adalah pengabaian pesan terpenting dalam agama yang mengajarkan kerukunan dan menjaga kedamaian serta ketentraman. Dalam Islam, prinsip dini dikelan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Manusia yang mengidamkan keamanan, keselamatan dan ketenteraman. Karena Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Artinya Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, tentu memiliki mewajiban dalam menjaga kondusifitas dan ketentraman bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda Suku dan Agama.
Sehingga tidak dibenarkan jika paham radikal mengesahkan aksi kekerasan yang dapat menyebabkan penderitaan bagi manusia yang tidak berdosa.
Jika hal ini dibenarkan, maka benih budaya kekerasan akan terus muncul, padahal sudah jelas agama mengajarkan cinta kasih kepada sesama manusia.
Bahaya radikalisme selanjutnya adalah, paham ini dapat menjebak pelakukan ke dalam pemikiran sempit dalam beragama. Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa orang dengan paham radikal sebagai mustarah minhu. Mereka yang menganut paham radikal tidak akan dihargai oleh sesama manusia sampai meninggalnya.
Jika penyebaran paham radikal tidak sesegera mungkin diredam atau ditangani, tentu paham ini akan terus membuat Pancasila semakin terkikis karena Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat beragam suku dan agama.
Kita-pun tidak bisa menutup mata jika ternyata terdapat 39 persen mahasiswa yang tertarik terhadap paham yang menyesatkan ini. Mereka bahkan berani dengan lantang mengatakan bahwa khilafah adalah solusi dari segala masalah bangsa.
Selain di kalangan akademisi, paham radikal juga diisukan sudah menyusup di kalangan PNS. Jika isu ini benar terjadim tentu masuknya paham radikal akan berpengaruh pada kepercayaan masyarakat terhadap layanan pemerintah.
Karena keberadaan PNS yang terpapar paham radikal akan cenderung mengutamakan golongannya atau orang-orang yang sepemikiran. Hal tersebut tentu akan memperlambat layanan birokrasi dan perizinan. Dampaknya hal ini akan berpengaruh pada investasi dan perekonomian bangsa. Padahal investasi merupakan bagian penting dalam perkembangan sebuah negara.
Mahasiswa dan ASN dianggap sebagai kelompok masyarakat strategis yang potensial menjadi sasaran penyebaran radikalisme. Pemerintah pun perlu mewaspadai kemungkinan adanya calon pegawai negeri sipil yang terpapar radikalisme.
Kita semua tentu harus sadar bahwa dalam beragama tidak bertujuan untuk membenci sesama manusia yang berbeda pemahaman, justru dalam belajar beragama haruslah mampu menguatkan perdamaian sesama makhluk Tuhan.
Belajar Agama bukan berarti membuat seseorang menganggap Pancasila itu thagut, atau membuatnya anti menyanyikan lagu Indonesia Raya dan hormat kepada bendera merah putih.
Salah satu yang harus diperkuat dalam membentengi bangsa dari bahaya radikalisme adalah dengan adanya penguatan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara. pemaparan akan wawasan kebangsaan harus terus diberikan kepada seluruh elemen masyarakat, sehingga masyarakat memiliki alasan yang kuat untuk tidak menerima paham radikal.
No comments:
Post a Comment