Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan sebuah hajat yang melibatkan banyak pihak, bahkan melibatkan pula masyarakat di suatu daerah untuk menentukan siapa yang akan memimpin daerahnya selama 5 tahun kedepan. Masyarakat juga harus siap untuk menjaga dan mengawal pelaksanaan Pilkada agar hajat tersebut dapat berjalan secara aman dan damai.
Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada langsung yang digelar mulai tahun 2005 cenderung diwarnai konflik, rusuh dan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pilkada cenderung rusuh diantaranya adalah buruknya perilaku partai politik (parpol) dalam pemilihan yang menjadikan sentralitas kekisruhan sangat tinggi bahkan cenderung represif. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan karena akan mempengaruhi pilkada di tempat yang lain.
Selain itu, faktor pencetus kekisruhan lainnya adalah mentalitas paslon pasca perhitungan pilkada, dimana ada diantara mereka yang terlanjur siap menang tapi tidak siap untuk kalah. Demi ambisi untuk menduduki kursi jabatan, mereka memanfaatkan pendukung garis kerasnya untuk mewujudkan ambisi kekuasaannya, termasuk bertindak anarkistis atau melakukan pembangkangan terhadap regulasi yang ada.
Asep Warlan selaku Guru Besar Ilmu Hukum UNIKA Parahyangan berpendapat, akhir pilkada damai atau tidak juga bergantung pada tokoh masyarakat. Selama ini, tokoh yang seharusnya menjadi panutan masyarakat justru mudah diprovokasi. Malahan, tokoh LSM dan ormas yang semestinya menjaga kondisi masyarakat agar tetap kondusif justru menjadi provokator.
Tak heran jika saat kericuhan merebak, aparat keamanan menjadi kewalahan saat kekerasan terkait Pilkada terjadi.
Kerusuhan pasca pilkada memang tidak terjadi hanya 1 atau 2 kali, melainkan telah banyak sejarah panjang yang mencatat kerusuhan pasca pilkada diberbagai penjuru tanah air.
Meski demikian, sejarah kelam haruslah diberangus, di tahun 2020 ini Indonesia harus menunjukkan dirinya sebagai bangsa yang dewasa dan tidak mudah tersulut emosi. Seluruh elemen masyarakat sudah sepantasnya menyadari bahwa dalam kontes politik seperti pilkada, sudah pasti ada yang pihak yang menang dan pihak yang kalah.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, dari 270 daerah yang akan melaksanakan Pilkada Serentak 2020, sebanyak 230 petahana tercatat akan mengikuti gelaran pilkada untuk kedua kalinya.
Hal tersebut tentu sangat memungkinkan jika petahana menggunakan kekuasaan untuk kemenangan pilkada, sehingga sangat penting bagi ASN untuk menjaga netralitas menjelang maupun selama Pilkada berlangsung.
Tentu saja menjaga agar Pilkada bisa berjalan dengan damai, bukan hanya menjadi tugas ASN, tetapi tugas semua elemen masyarakat untuk senantiasa mendukung pelaksanaan Pilkada damai.
Seperti yang dilakukan oleh Serikat Tani dari 2 desa di kabupaten Ogan Ilir yang siap mendukung Pilkada 2020. Masyarakat di 2 desa tersebut mendeklarasikan diri untuk siap dalam menyukseskan dan mengawal pilkada secara damai, jujur dan adil.
Deklarasi tersebut juga telah dilaporkan ke Polda Sumatera Selatan, deklarasi tersebut berisikan niatan dan kesepakatan untuk tidak melakukan aksi anarkis baik.
Hal tersebut disambut baik oleh Kombes Supriadi selaku Kabid Humas Polda Sumatera Selatan, ia juga berharap agar deklarasi tersebut dapat menciptakan jalannya pilkada yang damai, lancar dan sukses.
Dinamika yang terjadi saat pilkada memang tidak bisa dipungkiri dalam setiap perhelatan pesta demokrasi. Sehingga peran TNI-Polri dalam mendukung pilkada damai amatlah diperlukan.
Selain itu hal yang tidak kalah rawan jelang pelaksanaan pilkada adalah tersebarnya black campaign dan informasi hoax yang mengarah kepada hasutan yang dapat memecah rasa persatuan.
Tentu saja literasi digital amat diperlukan guna membekali masyarakat apabila diterpa informasi yang tidak jelas keabsahannya, agar nantinya masyarakat lebih siap dalam menyukseskan pelaksanaan pilkada damai.
Hasutan ataupun berita hoax sungguh tidak memiliki faedah sedikitpun, justru berita bohong tersebut akan berpotensi menambah percikan api ditengah dinamika pilkada yang cenderung memanas.
Masyarakat juga harus menggunakan hak pilihnya untuk memilih salah satu paslon, tentu menjadi hal yang penting untuk mempelajari visi-misi dan rekam jejak calon yang akan dipilihnya.
Mengawal pilkada yang damai tentu membutuhkan sinergitas dari semua pihak, baik paslon, tim sukses, aparat keamanan, aktifis Ormas/LSM dan masyarakat yang turut serta dalam memberikan suaranya.
No comments:
Post a Comment