Terdapat 4 bahasan Omnibus Law di isu ketenagakerjaan. Di antaranya adalah upah minimum, pemutusan hubungan kerja, peningkatan perlidnungan pekerja dan perluasan lapangan kerja, serta perizinan TKA ahli dan penghargaan lainnya (sweetner).
Pertama, untuk Upah Minimum (UM), pokok-pokok kebijakan dalam Omnibus Law terkait kebijakan pengupahan yang masih tetap menggunakan sistem UM. Angkanya tidak turun dan tidak dapat ditangguhkan. Kenaikannya memperhitungkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Adapun upah per jam, ini hanya dapat diberikan kepada jenis pekerjaan tertentu, misalnya konsultan, paruh waktu, dan ekonomi digital. Skema upah per jam juga diberikan untuk pemenuhan hak dan perlindungan bagi pekerja pada jenis pekerjaan tertentu. Apabila upah berbasis jam kerja ini tidak diatur, maka pekerja tidak mendapatkan perlindungan upah.
Meski UM hanya berlaku bagi pekerja baru yang bekerja kurang dari 1 tahun, yang bersangkutan tetap dimungkinkan menerima upah di atas UM berdasarkan kompetensi, pendidikan, dan sertifikasi. Sementara pekerja dengan masa kerja 1 tahun ke atas, mekanismenya mengikuti ketentuan upah sesuai dengan struktur upah dan skala upah pada masing-masing perusahaan.
Dalam hal ini juga, industri padat karya dapat diberikan insentif berupa perhitungan upah minimum tersendiri. Tujuannya untuk mempertahankan kelangsungan usaha serta kelangsungan bekerja bagi pekerja.
Kedua, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pokok-pokok kebijakannya terkait perlindungan bagi pekerja yang terkena PHK. Pekerja yang terkena PHK tetap mendapatkan kompensasi yang bisa berupa pesangon dan penghargaan masa kerja.
Selain itu, pemerintah turut memberikan tambahan kompensasi berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Manfaatnya berupa cash benefit, vocational training, dan job placement access. Ini sama sekali tidak menambah beban iuran bagi pekerja dan perusaan.
Pekerja yang telah mendapat JKP tetap akan mendapatkan jaminan sosial lainnya, seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kematian (JKm), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Ketiga, Peningkatan Perlindungan Pekerja dan Perluasan Lapangan Kerja. Kita tahu, perkembangan teknologi digital dan revolusi industri 4.0 telah menimbulkan jenis pekerjaan baru yang bersifat tidak tetap. Apalagi, dengan dibukanya PKWT untuk semua jenis pekerjaan, kesempatan kerja lebih terbuka sehingga dapat meningkatkan perluasan kesempatan kerja.
Konsekuensi dari perluasan tersebut melahirkan pekerja tidak tetap (pekerja kontrak). Pekerja jenis ini tetap diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap. Di antaranya dalam hal upah, jaminan sosial, Perlindungan K3, termasuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja. Demikian halnya pengusaha alih daya (outsourching), wajib memberikan hak dan perlindungan yang sama bagi pekerjanya, bagi sebagai pekerja kontrak maupun pekerja tetap.
Adapun soal waktu kerja, pengaturannya tetap mengedepankan hak dan perlindungan pekerja: ditetapkan paling lama 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Yang melebihi jam, diberikan upah lembur. Pelaksanaan jam kerja ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
No comments:
Post a Comment