“Kalau di bawah eksekutif maka dikhawatirkan independensi KPK tidak maksimal, dan karenanya kinerja KPK untuk melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsinya pun juga tidak maksimal,” kata Hidayat di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (30/12).
“Itu akan membenarkan pengesanan bahwa KPK sekarang dibonsai untuk menjadi di bawah kekuasaan eksekutif,” sambungnya.
Sejak awal KPK memiliki independensi dalam melaksanakan tugasnya. Independensi itu, merupakan instrumen agar KPK bisa leluasa dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Dengan UU KPK yang baru kinerja KPK pun akan semakin kuat dan lebih terarah.
Sehingga, adanya pemikiran Hidayat yang mengkritik langkah Presiden Jokowi soal Perpres KPK hanyalah bentuk penggiringan opini negatif publik.
Itu artinya, yang kerdil adalah otak dan pikiran Hidayat Nur Wahid. Seharusnya, jika publik atau masyarakat maupun siapa saja yang berkeberatan dengan Perpres KPK sebaiknya menempuh jalur hukum bukan menggiring opini publik.
Menko Polhukam Mahfud MD mempersilakan publik mengajukan kritik terhadap draf tersebut. Nantinya semua kritik dan saran akan ditampung sebelum Perpres resmi diterbitkan.
“Ya tidak apa-apa dikritik. Nanti dilihat saja lah” ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (30/12).
Sekretariat Negara tengah menyusun Perpres tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan KPK. Disebutkan bahwa Pimpinan KPK merupakan penyelidik, penyidik sekaligus penuntut umum.
Dalam draf Perpres yang beredar juga terdapat tambahan organ pelaksana seperti Deputi Bidang Pemantauan dan Supervisi, serta Inspektorat Jenderal (Itjen).
Kedua organ pelaksana baru itu menambah organ yang sudah ada di lembaga antirasuah sebelumnya, yakni Sekretariat Jenderal, Deputi Bidang Pencegahan, Deputi Bidang Penindakan, Deputi Bidang Informasi dan Data, serta Deputi Bidang Koordinasi dan Pengaduan Masyarakat.
No comments:
Post a Comment