Jakarta – Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Deddy Sitorus, membantah jika dana kampanye Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin ada yang bersumber dari duit PT Asuransi Jiwasraya.
Deddy mengatakan perkara di Jiwasraya sudah berlangsung sejak lama. Namun, puncaknya baru terungkap pada tahun lalu. “Kalau dikaitkan dengan Pilpres ngawur,” katanya dalam diskusi ‘Bara Jiwasraya Sampai Istana?’ di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, Ahad, 29 Desember 2019.
Ia tidak memungkiri jika puncak masalah Jiwasraya terjadi di penghujung pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi periode pertama. “Lalu kenapa 2018? Karena jatuh tempo 2018. Jadi, masalahnya bukan dimulai 2018. Kankernya meledak di 2018. Jadi jangan dibalik-dibalik,” ucap dia.
Kasus Jiwasraya bermula ketika perusahaan ini meluncurkan produk yang menjanjikan imbal hasil tinggi, tapi dengan likuiditas yang juga besar. Hal ini menarik minat sejumlah nasabah dan menjadi sumber duit bagi Jiwasraya. Nilai premi produk JS Plan pun terus naik, hingga pada 2017 pendapatan premi Saving Plan mencapai 75,3 persen dari total premi Jiwasraya.
Pada 2015, perolehan premi JS Plan mencapai Rp 5,15 triliun atau 50,3 persen dari total premi kala itu, pada 2016 meningkat menjadi Rp 12,57 triliun (69,5 persen dari total premi), dan 2017 menjadi Rp 16,54 triliun dengan total premi Rp 21,91 triliun. Pada 2018, perolehan premi JS Plan menyusut menjadi Rp 5,46 triliun atau 51,1 persen dari total premi.
Namun imbal hasil JS Plan tidak bisa ditutup oleh investasi. Imbal hasil yang dijanjikan 13 persen ternyata turun menjadi 7 persen.
Hal ini membuat investor atau pemegang polis mempertanyakan underlying investasi keuangan dari Jiwasraya. Hal tersebut berpengaruh terhadap menurunnya perolehan premi JS Plan pada 2018.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyouno, menduga kasus dugaan korupsi Jiwasraya berkaitan dengan pendanaan Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019. Pasalnya, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Harry Prasetyo sempat menjadi tenaga ahli utama di Kantor Staf Presiden.
Harry diduga kuat terlibat dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Oleh karena itu, Arief meminta agar diselidiki antara kaitan masuknya Harry ke KSP dengan gagal bayar Jiwasraya. “KPK sebaiknya melakukan supervisi terhadap Kejaksaan Agung yang sedang menyidik kasus dugaan mega korupsi PT Jiwasraya,” kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis, 26 Desember 2019.
Menurut Arief, perlu diselidiki kaitan antara masuknya Harry sebagai pejabat di KSP dengan gagal bayar Jiwasraya. “Jangan sampai ada dana Jiwasraya yang dibobol mantan Direksi Jiwasraya yang kemudian menjadi staf di KSP disalurkan ke dana pemenangan kampanye Pilpres 2019,” kata Arief.
No comments:
Post a Comment