Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Fadjroel Rachman menegaskan bahwa Perppu KPK tak perlu lagi dikeluarkan Presiden Joko Widodo untuk membatalkan Undang-Undang KPK.
“Tidak ada dong Perppu, kan tidak diperlukan lagi,” jelas Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Sabtu (30/11/2019).
Fadjroel mengatakan tidak diperlukannya Perppu KPK dikarenakan sudah ada Undang-Undang yaitu Nomor 19 Tahun 2019.
Meski demikian, Fadjroel tetap mempersilahkan kepada siapapun untuk menguji UU KPK yang baru ini diuji materikan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Istana mengimbau kalaupun masih tetap ingin mengajukan uji yudisial terhadap UU KPK lakukan dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
“Bawa ahli yang terbaik dan siapkan yang sebaik mungkin,” sambung dia.
Sebelumnya, tiga pemimpin KPK ini menilai UU KPK hasil revisi ini memiliki kecacatan baik dari segi formil maupun segi materiil.
Dalam segi formil terdapat beberapa hal yang tidak dilakukan dalam proses revisi UU KPK.
Pertama, UU KPK tidak termasuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Kedua, prosesnya terlihat sangat buru-buru dan tertutup. Bahkan dalam proses tersebut masyarakat dan pimpinan KPK tidak dimintai pendapat.
Ketiga, Laode mengaku tidak pernah diperlihatkan terkait naskah akademiknya.
Sementara dalam segi materiil nya, dalam UU KPK baru ini terdapat beberapa pasal yang saling bertentangan. Selain itu terdapat kesalahan ketik juga didalamnya.
Sebelumnya Satu diantara Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan agar Jokowi dapat menerbitkan Perppu KPK pada 9 Desember 2019.
Saut menilai pada tanggal tersebut menjadi momentum yang tepat, mengingat itu bertepatan dengan Hari Anti Korupsi.
“Saya masih berharap saat Hari antikorupsi tanggal 9 Desember Presiden Jokowii yang rencana datang ke KPK, sudi apalah kiranya datang pada acara itu sekalian membawa Perppu KPK,” ujar Saut.
Namun harapan itu pun kandas saat Istana dengan tegas mengatakan Presiden Jokowi tidak akan menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU KPK.
Sementara itu Fadjroel juga mengatakan perlu adanya kejelasan terhadap kerugian konstitusional yang dialami oleh seseorang atau kelompok bahkan lembaga saat UU tersebut diterapkan.
“Disana kan ada yang namanya legal standing, yang harus diingat dari legal standing adalah apakah yang bersangkutan atau sejumlah orang disana dirugika secara konstitusioanl terhadap uu tersebut,” ujarnya.
Menurutnya, apabila ditemukan kerugian konstitusional maka akan dilanjutkan dan diperiksa.
“Apabila tidak ditemukan biasanya dapat ditolak,” ucapnya.
No comments:
Post a Comment