Aktivis Inggris mengutuk penggunaan tentara di Bawah umur di Indonesia Timur. Mereka menggelar protes terhadap penggunaan tentara dibawah umur dan dukungan Dewan Kota Oxford terhadap ULMWP, Minggu (1/12/2019).
Para aktivis berkampanye untuk mengakhiri penggunaan tentara anak di bawah umur. Menurut mereka sebagian mengatakan bahwa mereka kadang-kadang direkrut secara paksa tetapi juga ada kemungkinan mereka bergabung dengan militer dan kelompok bersenjata karena tekanan budaya.
“Kami mengutuk penggunaan tentara dibawah umur dalam Gerakan Papua Merdeka,” kata salah satu aktivis dalam sebuah video yang beredar di media sosial.
Mereka mengaku sangat murka mengetahui pemerintah Inggris dan, khususnya Walikota dan Dewan Kota Oxford mendukung aksi semacam itu.
Sebelumnya, Associated Press pernah membahas tentang penggunaan tentara dibawah umur oleh kelompok separatis. Bahkan Benny Wenda dari kelompok separatis ULMWP membentuk militer baru bernamaWest Papua Army )WPA) untuk mendapatkan kekuasaan dalam gerakan pada 1 Juli 2019.
Jacob Rombiak, juru bicara ULMWP, menyatakan bahwa mereka melatih anak-anak dalam operasi militer, Bukti nyata bahwa WPA menggunakan tentara dibawah umur.
“ULMWP menyatakan, mereka merekrut tentara dibawah umur, apa maksudnya? Ini kejahatan perang!”
Hukum internasional mendefinisikan, “Merekrut atau mendaftarkan anak dibawah usia 15 tahun dan menggunakannya untuk berpartisipasai aktif dalam permusuhan adalah kejahatan perang.” Statuta Roma 1998.
Hampir 170 negara termasuk Indonesia telah meratifikasi perjanjian PBB yang mewajibkan pemerintah untuk menghentikan perekrutan militer siapa pun di bawah 18 dan bekerja untuk mengakhiri eksploitasi militer anak-anak oleh kelompok-kelompok bersenjata negara dan non-negara.
Namun, Dewan Kota Oxford tidak mencari tahu mengenai keberadaan tentara di bawah umur ini dan malah memberi dukungan kepada Benny Wenda. Hal ini jelas memancing kemarahan aktivis Britania.
Ditegaskan, Walikota seharusnya konsentrasi pada isu ini (perubahan ilim), bukannya merayakan selebriti teroris yang mengepalai organisasi ULMWP, yang membunuh warga tak berdosa di Papua Barat.
Siklus kejahatan yang terus berputar ini dikarenakan perekrutan tentara di bawah umur secara sistemais oleh kelompok separatis, dengan mengatasnamakan pembalsan dendam.
“Anak-anak seharusnya bebas, diperbolehkan sekolah, melakukan kegiatan sehari-hari, mendapat pendidikan, bukannnya menjadi bagian dari organisasi teroris ini.” kata aktivis lainnya.
Mengapa penggunaan tentara di bawah umur oleh kelompok separatis Papua diabaikan oleh simpatisannya?
Sebelumnya, keputusan Dewan Kota Oxford memberikan penghargaan Kebebasan Kota (Freedom of the City) kepada separatis Papua Benny Wenda dikecam keras Republik Indonesia. Penghargaan itu dinilai Indonesia diberikan Oxford berdasarkan penilaian yang salah tentang Benny.
Dilansir BBC, Kamis (18/7/2019), penghargaan diberikan Dewan Kota Oxford ke Benny pada Rabu (17/9) waktu setempat. Wali Kota Oxford Craig Simmons, mengatakan penghargaan itu “layak diberikan” dan Benny Wenda “begitu banyak berkontribusi baik lokal maupun di panggung internasional”.
“Oxford adalah salah satu yang pertama mendengar tangisan rakyat Papua Barat untuk keadilan, hak asasi manusia, dan menentukan nasib sendiri,” kata Benny.
Benny adalah pemimpin Serikat Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP). Dia pernah kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura pada 2002, mengajukan suaka ke Inggris dan akhirnya dikabulkan setahun sesudahnya. Dia menjadi warga negara Inggris dan hidup di Oxford bersama keluarganya.
Salah Kaprah Oxford Beri Penghargaan untuk Benny Wenda
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London, menyatakan bahwa, Dewan Kota Oxford kembali melukai perasaan rakyat Indonesia. Penghargaan kepada orang tersebut merupakan kelanjutan dukungan Dewan kepada gerakan Papua Merdeka setelah memberi izin pembukaan kantor Free West Papua Campaign di Oxford pada tahun 2013.
KBRI menyampaikan, pemerintah Indonesia mengecam keras penghargaan ke Benny Wenda yang diberikan Oxford. Pemberian penghargaan kepada Benny mengurangi kredibilitas Oxford sebagai pusat pendidikan terkemuka di dunia. Indonesia menilai Oxford menilai Benny secara salah kaprah.
“Pemberian penghargaan kepada orang yang memiliki catatan kriminal tersebut melalui gerakan separatis bersenjata menunjukkan ketidakpahaman Dewan Kota Oxford terhadap sepak terjang yang bersangkutan selama ini dan kemajuan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat yang sebenarnya,” kata KBRI London.
Sumber: https://bidikdata.com/
No comments:
Post a Comment