Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai, sikap Presiden Joko Widodo tidak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK sudah tepat dan konstitusional.
Petrus Selestinus menyebut, tak ada kegentingan memaksa yang mengharuskan Presiden Jokowi menerbitkan Perppu atas UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK.
“Sikap Presiden Jokowi tidak mengeluarkan Perppu merupakan sikap yang konstitusional oleh karena tidak ada situasi kegentingan memaksa yang menjadi syarat penerbitan Perppu,” ujar Petrus di Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Petrus mengatakan, bahwa sejumlah pihak keliru jika menganggap desakan sekelompok orang dan demonstrasi mahasiswa sebagai parameter kegentingan memaksa. Dia menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum sehingga tindakan siapapun harus berdasarkan hukum termasuk Presiden dalam menerbitkan Perppu.
“Pemberantasan korupsi tidak berada dalam kondisi kekosongan hukum atau hukumnya tidak memadai, apalagi sejak terjadinya revisi UU KPK hingga pengesahannya menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019, tidak terjadi keadaan bahaya yang berkategori sebagai hal ihwal kegentingan memaksa,” jelas dia.
Menurut Petrus, syarat kegentingan memaksa menurut UUD 1945, UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Putusan MK No.138/PUU/VII/2009 sebagai dasar dikeluarkannya Perppu KPK tidak terpenuhi. Termasuk, tidak terpenuhinya syarat obyektif yang mengharuskan Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu sebagaimana disebutkan dalam Putusan MK No.138/PUU/VII/2009.
Dalam putusan MK disebutkan tiga syarat objektif untuk menerbitkan Perppu. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU. Kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada UU-nya tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan membuat UU secara biasa karena akan memerlukan waktu yang lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan
“Jadi, Presiden Jokowi tidak boleh didesak-desak untuk terbitkan Perppu KPK. Pihak-pihak yang mendesak Presiden Jokowi agar mengeluarkan Perppu adalah pihak yang hendak melanggar konstitusi karena syarat kegentingan memaksa menurut UUD 1945, UU No. 12 Tahun 2011, dan putusan MK No.138/PUU/VII/2009 tidak terpenuhi,” tegasnya.
Kekurangan KPK, tambah dia sesungguhnya bukan pada persoalan regulasi akan tetapi kepada karakter penyelenggaraan kekuasaan KPK yaitu pada tingkat pimpinan KPK yang lemah dan rendah nyali. Buktinya dengan beberapa wewenang superbody sekalipun, KPK gagal mengeksekusi beberapa kewenangannya yang sangat eksklusif itu.
No comments:
Post a Comment