Mataram - Diskusi dan Deklarasi Menolak
Intoleransi dan Anarkisme: Merajut Semangat Moderasi Beragama dan Berbangsa
di Provinsi
NTB yang
diorientasikan untuk mendesiminasi prinsip moderasi beragama dan bermasyarakat
sehingga menghadirkan suasana damai, tenang dan kondusif di masyarakat digelar
eL-FASTRO di Mataram, Sabtu (19/10/2019).
Muhammad
Harfin Zuhdi, MA Direktur eL-FASTRO menjelaskan, diskusi tersebut juga
dihajatkan untuk menyambut pelantikan Presiden dan Wakil presiden RI, Ahad, 20
Oktober 2019 dan menyambut Hari Santri Nasional, Selasa, 22 Oktober 2019.
Selain
dirinya, diskusi dan deklarasi juga menghadirkan Agus Wibisono dari RRI Mataram
dan Ma'shum Ahmad, kalangan akademisi.
Fenomena post
distruption dan post realitas dengan maraknya hoaks, sikap intoleransi, ujaran
kebencian, dan konten negatif, berupa konten radikalisme terorisme yang
menyebar di media sosial berupa ujaran kebencian, berita bohong dan sentimen
bernada SARA (suku, ras dan agama) berdampak besar pada pola pikir maupun sikap
generasi muda dan masyarakat pada umumnya.
Seorang
remaja, pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum yang sering terpapar konten
negatif cenderung memiliki sikap yang intoleran terhadap orang lain dengan
latar belakang berbeda.
“Berita hoaks,
ujaran kebencian memiliki dampak yang signifikan bagi generasi muda untuk
bertindak intoleran. Konten negatif di internet itu sangat menunjang terjadinya
tindakan intoleransi, diskriminasi, tindakan anarkis, radikalisme, dan
terorisme.
Selain itu,
sekarang marak berkembang berbagai kelompok agama yang intoleran dan anti
kebhinekaan. Apabila kelompok ini dibiarkan berkembang dan merajalela tanpa ada
mekanisme penyelesaian hukum yang jelas, maka dapat berpotensi mengancam
keutuhan Indonesia sebagai "rumah bersama” berbagai kelompok agama, suku,
ras dan etnis.
Mencermati
fenomena kehidupan beragama, bermasyarakat dan berbangsa akhir-akhir ini yang
pada batas-batas tertentu cenderung mengedepankan vest interest tertentu, truth
clime, diskriminasi, dan tindakan radikal, maka perlu dilakukan upaya-upaya
moderasi beragama baik dalam ucapan, tindakan maupun perbuatan dengan terus
mendesiminasikan dan mensosialisasikan nilai-nilai agama dan kemanusiaan secara
holistik dengan prinsip-prinsip tawasuthiyah, tawazuniah dan tasamuhiyah, untuk
mencegah merebak dan meluasnya ideologi intoleran, radikal terorisme kepada
beragama, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dikatakannya,
generasi muda sangat rentan terhadap pengaruh paham radikal terorisme, karena
dunia maya menjadi arena baru yang mengasilkan bagi para pemuda untuk mengakses
berbagai informasi tentang keagamaan yang banyak diinfiltrasi oleh kelompok
radikalisme terorisme.
Dunia maya
menjadai pintu masuk untuk menginfiltrasi dan menghegomoni mentalitas para
pemuda yang notabene masih labil oleh provokasi doktrin ajaran radikalisme
terorisme.
Pada saat
yanga sama terdapat fenomena interaksi sosial mulai memudar dan digantikan oleh
interaksi dunia virtual. Keakraban personal, hubungan interaktif antar individu
bergeser dari realitas kepada posrealitas. Akibatnya, terjadi sejumlah reduksi
nilai. Relasi sosial yang sebelumnya terbangun melalui komunikasi tatap muka
(face to face communication) yang sarat dengan nilai seperti simpati, empati,
gotong royong, kebersamaan, digantikan oleh komunikasi yang difasilitasi oleh
media sosial dunia virtual, melalui kmputer, gadget dan sebagainya.
Menurutnya,
Islam mengajarkan tentang moderasi, toleransi dan prinsip Rahmat Semesta
(Rahmatan Lil Alamin) bagi manusia dan semesta raya. Hal ini sebagaimana firman
Allah SWT:
v لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (المائدة:٤٨ )
Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah
kamu perselisihkan itu (QS al-Maidah (5):48).
Dikatakannya
lagi, adapun prinsip toleransi dalam Islam antara lain, mengajarkan agar umat
Islam berbuat baik dan bertindak adil kepada siapa pun yang tidak memerangi
umat Islam karena agama yang dianut;
Islam
mengutamakan terciptanya suasana perdamaian, hingga timbul rasa kasih sayang di
antara umat Islam dengan umat beragama lain, kerja sama yang baik antara umat
Islam dan umat beragama lain tidaklah menjadi halangan dalam Islam.
Dalam konteks
inilah toleransi memiliki signifikansi untuk menebarkan kedamaian, ketenangan
dan pada saat yang sama melakukan gerakan bersama kontra narasi terhadap faham
dan ideologi intoleran, ujaran kebencian, diskriminasi, radikal terorisme; dan
pada saat yang sama melakukan upaya sosialisasi moderasi beragama dan berbangsa
dalam berbagai aspeknya, sehingga tercipta kedamaian dan ketenangan dalam
masyarakat.
Muhammad
Harfin Zuhdi mengatakan, dalam konteks tersebut eL-FASTRO, sebuah lembaga
sosial keagamaan yang konsen dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan dan
moderasi beragama berinisiatif mengadakan diskusi publik dan deklarasi menolak
intoleransi dalam beragama dan bermasyarakat.
Kegiatan
“Diskusi dan Deklarasi Menolak Intoleransi dan Anarkisme: Merajut Semangat
Moderasi Beragama dan Berbangsa di Provinsi NTB” diorientasikan untuk
mendesiminasi prinsip moderasi beragama dan bermasyarakat sehingga menghadirkan
suasana damai, tenang dan kondusif di masyarakat.
Moderasi
beragama dengan basis Rahmat Semesta merupakan simbol komitmen bersama untuk
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mengajarkan kepekaan sosial dan
empati, sehingga setiap individu maupun kelompok sosial terjamin hak-haknya
sebagai manusia yang merdeka dan bermartabat.
Prinsip
moderasi beragama berarti transendensi, apresiasi, dan transformasi nilai-nilai
moral yang suci menuju nilai-nilai insani dalam realitas sosial. Dengan
demikian, orientasi ketuhanan dan kemanusiaan yang berakar pada tiap individu
harus teraktualisasi dalam tata nilai perilaku sehari-hari.
“Hanya dengan
transformasi nilai-nilai ilahi ke dalam ranah realitas sosial inilah, akan
terbentuk tata kehidupan masyarakat yang saleh, baik secara ritual maupun
sosial,” katanya.
Sumber: https://www.portalntb.com/
No comments:
Post a Comment