JAKARTA – 15 poin petitum atau tuntutan Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga dalam sidang sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), dinilai tidak lazim bahkan seolah-olah tidak disusun oleh tim hukum melainkan tampak seperti permintaan pemohon principal yaitu Prabowo-Sandiaga. Hal tersebut diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Bivitri Susanti.
Karena adanya sejumlah petitum seperti permintaan diskualifikasi paslon, pemberhentian komisioner KPU dan penempatan permintaan pemungutan suara ulang secara berkali-kali merupakan hal yang tidak lazim, Bivitri lantas mempertanyakan apakah petitum itu benar dibuat oleh orang hukum.
“Muncul pertanyaan di benak saya, apakah gagasan-gagasan terobosan ini dari tim kuasa hukum atau permintaan pemohon principal? Karena seakan-akan bukan dibikin oleh orang hukum,” ujar Bivitri dalam sebuah diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (16/6).
Terkait poin tuntutan tiga belas, yaitu memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekrutmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU, Bivitiri menegaskan, kewenangan MK adalah memproses sengketa hasil dan bukan sengketa proses atau urusan administratif.
Sementara di sisi lain, tim hukum Prabowo-Sandiaga juga meminta ada pemungutan suara ulang.
“Pemungutan suara ulangnya lazim sekali diletakan dalam petitum. Tetapi yang tidak lazim, dia minta ganti dulu anggota KPU,” ujar Bivitri.
Senada dengan Bivitri, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari juga menyampaikan hal yang sama.
“Petitiumnya meminta ada PSU [Pemungutan Suara Ulang] dan minta komisioner KPU diberhentikan. Pertanyaan saya kalau komisioner dihentikan, siapa yang akan menyelenggarakan PSU? Kalau dikabulkan besok pagi, berat itu,” kata Feri.
Sumber : http://bacafakta.com/tuntutan-tim-hukum-paslon-02-dalam-sidang-mk-dipertanyakan-karena-tak-lazim/
No comments:
Post a Comment