Kapolri: Ngomong Pemilu Curang Tanpa Bukti, Bisa Dipidana
Kapolri
Jenderal Tito Karnavian menegaskan pihaknya akan melakukan penegakan
hukum terhadap pihak tertentu yang mencoba memprovokasi masyarakat.
Tito mengatakan hal itu terkait adanya indikasi gerakan massa “people
Power”. Pernyataan itu bukan tanpa alasan karena muncul tudingan bahwa
kubu petahana yang tengah berkuasa melakukan kecurangan secara masif,
sistematis, dan terstruktur. Situasi ini memunculkan ketegangan dan
kecemasan akan stabilitas keamanan.
Tito menyatakan, jika ada pihak yang menuding adanya kecurangan dalam
pemilu tanpa bukti yang jelas, maka dapat terancam pidana dengan UU
Nomor 46 Pasal 14 dan 15 atau menyebarkan berita bohong yang menyebabkan
keonaran.
“Misal bilang kecurangan tapi buktinya tidak jelas, lalu terjadi
keonaran, maka masyarakat terprovokasi. Maka yang melakukan bisa
digunakan pasal itu,” tegas Tito kepada wartawan usai menghadiri
kegiatan evaluasi pemilu bersama DPD RI di gedung parlemen, Senayan,
Jakarta, Selasa (7/5).
Adapun Tito mencontohkan, kemungkinan tindak pidana itu sama seperti
kasus Ratna Sarumpaet yang mengaku dipukuli. Ratna disebut menyebarkan
berita bohong dan menyebabkan keonaran.
“Ini seperti kasus yang sedang berlangsung, mohon maaf, tanpa
mengurangi praduga tak bersalah, kasus Ratna Sarumpaet. Itu melakukan,
menyebarkan, berita bohong yang menyebabkan keonaran,” ucapnya.
Walaupun demikian, Tito menyadari bahwa unjuk rasa memang dilindungi
oleh hukum, yaitu UU Nomor 9 Tahun 1998; tetapi ia mengingatkan
kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum tidak bersifat absolut.
Menurutnya, terdapat lima batasan dalam menyampaikan pendapat atau
berekspresi di muka umum, yakni tidak boleh mengganggu ketertiban
publik, harus menghargai hak asasi orang lain, harus mengindahkan etika
dan moral, serta tidak boleh mengancam keamanan nasional, harus menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa.
Terkait adanya rencana People Power, kata Tito menegaskan juga harus
mematuhi aturan hukum, jika tujuannya adalah menggulingkan pemerintahan
yang sah atau makar, maka dapat dikenakan pidana sesuai Pasal 107 KUHP.
“Yaitu perbuatan yang bermaksud untuk menggulingkan pemerintahan yang
sah adalah perbuatan makar dan ada ancaman pidananya,” kata Tito.
Kendati demikian, sejauh ini Polri terus mengawasi kemungkinan adanya tindak pidana dalam proses Pemilu 2019.
Tito menambahkan, Polri akan dibantu oleh TNI untuk menegakkan hukum
dalam proses Pemilu 2019. TNI dan Polri, lanjut dia, akan menindak tegas
upaya provokasi dan menghasut masyarakat.
“Dalam hal terjadi ini maka penegak hukum dengan bantuan unsur lain
seperti TNI, maka akan melakukan penegakan. Kalau ternyata memprovokasi,
atau menghasut untuk melakukan upaya pidana, misalnya makar, itu
pidana,” ujarnya.
No comments:
Post a Comment