Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo dinilai lebih mampu menjelaskan dengan rinci tentang materi TNI dalam debat capres keempat beberapa waktu lalu. Hal itu melingkupi gelar baru TNI, gelar satuan terpadu TNI dan paradigma investasi pertahanan.
Ketimbang rivalnya, capres 02 Prabowo Subianto, yang cenderung tidak percaya teknologi.
“Ini menunjukkan Jokowi memiliki visi dan komitmen untuk menguatkan TNI untuk menghadapi Perang Teknologi-Perang Siber masa depan,” ujar Ketua Tim Cakra 19, Andi Widjajanto di Jakarta, Minggu (31/3).
Menurut Andi, Prabowo tidak paham intelijen strategis. Dimana intelijen strategis merumuskan Perkiraan Keadaan (Kirka) dan membuat beberapa skenario ke depan yang dijadikan salah satu pertimbangan untuk membuat kebijakan Presiden.
Padahal, Prabowo sebagai mantan perwira yang lama bertugas di Kopassandha, harusnya lebih memahami fungsi intelijen strategis.
Selain itu, terkait dengan perwira yang cenderung asal bapak senang (ABS), Prabowo menilai seolah TNI bekerja tanpa didasari etos kerja dan evaluasi kinerja yang terukur. Andi menganggap, Prabowo tidak paham bahwa ada target pencapaian Minimum Essential Force yang selalu dievaluasi per tahun.
“Ini untuk menunjukkan bahwa terjadi peningkatan signifikan pembangunan kekuatan TNI sesuai Renstra 2024,” ujar dia.
Sementara itu, terkait ucapan lebih TNI dari TNI menunjukkan arogansi Prabowo yang meletakkan dirinya di atas institusi TNI. Dia menilai karier militer Prabowo yang melesat tidak normal itupun karena dirinya bagian dari keluarga Cendana.
“Dan berakhir juga tidak normal karena kasus penculikan aktivis 98. Ini tampaknya membuat Prabowo merasa dirinya lebih penting dari organisasi TNI,” ujarnya.
No comments:
Post a Comment