Jakarta---Komite Pekerja Migran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan pujian kepada delegasi pemerintah Indonesia atas upaya dan komitmen Indonesia dalam peningkatan perlindungan pekerja migran. Sanjungan tersebut dilontarkan dalam konvensi perlindungan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya yang berlangsung di Jenewa Swiss pada 5-6 September 2017.
Hal tersebut dikatakan oleh Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK), Maruli Apul Hasoloan, saat press conference tentang hasil pelaporan delegasi Indonesia atas ratifikasi konvensi perlindungan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya di Jakarta, Rabu (20/9/2017). "Komite puas dengan laporan Indonesia dan mengapresiasi berbagai upaya dan komitmen Indonesia dalam memberikan perlindungan pekerja migran, khususnya revisi Undang-Undang (UU) nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN)," ujar Maruli.
Maruli menegaskan revisi UU No. 39/Tahun 2004 dari yang sebelumnya fokus kepada penempatan (PPILN) menjadi fokus ke aspek perlindungan (Perlindungan Pekerja Migran Indonesia disingkat PPMI) merupakan bukti Pemerintah Indonesia serius memperbaiki tata kelola penempatan dan perlindungan TKI. Dalam revisi UU tersebut, Pemerintah berupaya mengakomodasi saran dan masukan dari semua pihak seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ke dalam pasal demi pasal. "Komite juga mengapresiasi kemitraan Pemerintah dengan seluruh pemangku kepentingan dalam formulasi kebijakan terkait pekerja migran. Menurut Komite, sikap dan semangat ini penting dipertahankan dalam keseluruhan upaya perlindungan pekerja migran," kata Maruli.
Dalam kesempatan sama, Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Hermono, menambahkan, revisi UU No.39/Tahun 2004 bahkan melebihi mandat konvensi karena mengatur pemberdayaan keluarga TKI yang ditinggalkan. "Upaya perlindungan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya merupakan suatu proses yang terus berlangsung dan membutuhkan tidak hanya kebijakan dan program yang baik namun juga keberlanjutan sumber daya dan dedikasi dalam implementasi," tutur Hermono. Sementara Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Dicky Komar, mengatakan revisi UU No. 39/Tahun 2004 ini akan mengutamakan perlindungan TKI sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. "Efeknya mekanisme di daerah hingga nasional menjamin aspek perlindungan diarusutamakan dalam setiap langkah kebijakan yang diambil Pemerintah," ungkap Dicky.
Anis Hidayah Pendiri Migran Care yang juga turut hadir pada konperensi pers, meminta Pemerintah segera menyelesaikan revisi UU No.39/Tahun 2004. Menurutnya, mengesahkan UU PPMI harus menjadi prioritas utama.
Anis sepakat dengan rekomendasi Komite Pekerja Migran PBB yang menginginkan revisi UU untuk segera diselesaikan karena korban terus berjatuhan. "Revisi UU sebagai payung mestinya menjadi peta jalan pertama bagi Pemerintah Indonesia bagaimana membangun sistem tata kelola migrasi pada pendekatan hak asasi manusia," kata Anis.
No comments:
Post a Comment