Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mengapresiasi kinerja ekonomi Indonesia di bawah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) pada 2018.
Pencapaian ekonomi Indonesia tahun ini dinilai cukup mengesankan. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 mampu mencatatkan angka 5,17 persen dengan inflasi rata-rata tiga persen.
Pengurus Pusat ISEI Destri Damayanti menuturkan pencapaian tersebut tak terlepas dari kerja keras pemerintahan Joko Widodo dalam menciptakan kebijakan fiskal yang pruden dan solid di tengah gejolak global.
“Pencapaian ekonomi di 2018 itu menurut saya cukup baik ya dengan pertumbuhan di kuartal III mencapai 5,1 persen. Walau kita tahu ekonomi global kan sedang kurang bersahabat ya,” ujarnya dalam paparan Evaluasi Ekonomi 2018 dan Outlook 2019 di Kantor Pusat KAHMI, Jakarta Selatan, Rabu, 12 Desember 2018.
Destri menuturkan pemerintah mampu mencapai realisasi penerimaan pajak yang nyaris setara dengan belanja di kisaran 87 persen dari target. Capaian tersebut seiring dengan defisit anggaran yang lebih rendah untuk pertama kalinya sebesar Rp 287,9 triliun atau 1,95 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Secara fundamental kita sangat relatif kuat apalagi fiskal dibilang belom pernah penerimaan negara melebihi dari target dan ini dicapai di 2018,” imbuh dia.
Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang juga Asisten Staf Khusus Presiden Fajar Hirawan menambahkan kerangka makroekonomi nan kokoh ditopang oleh tingkat inflasi dan pengangguran yang terkendali. Sejak 2014, inflasi terkendali dengan rata-rata tiga persen atau sesuai target APBN.
Pengendalian inflasi dilihat dari semakin stabilnya harga bahan pokok. Pada 2015, inflasi bahan makanan mencapai 10,57 persen, angka tersebut turun menjadi 1,69 persen pada 2018.
“Inflasi terkendali yang memang salah satu prestasi patut diapresiasi. Rata rata inflasi 2015- 2018 lebih rendah dari 2010-2014,” ungkap Fajar.
Selanjutnya, angka pengangguran terbuka turun menjadi tinggal 5,13 persen pada Februari 2018. Seiring dengan itu, persentase kemiskinan Indonesia juga turun ke angka satu digit untuk pertama kalinya, yaitu menjadi 9,82 persen pada Maret 2018.
“Kenapa saya bilang pertumbuhan ekonomi kita berkualitas karena kemiskinan turun, pengangguran turun, ini patut diapresiasi,” pungkasnya.
Perkembangan inflasi secara nasional dalam empat tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Di mana pada tahun 2013 inflasi masih sangat tinggi sebesar 8,38 persen dan 8,36 persen tahun 2014.
Penurunan inflasi sangat signifikan terjadi mulai tahun 2015, yaitu menjadi hanya sekitar 3,35 persen, turun lagi menjadi 3,02 persen tahun 2016, 3,61 persen tahun 2017 dan sekitar 3,23 persen pada Nopember 2018.
Perkembangan inflasi yang semakin rendah salah satunya disebabkan oleh keberhasilan pemerintah mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok, khususnya harga bahan makanan yang selama ini menjadi penyumbang inflasi terbesar.
Ekonom Unhas, Muhammad Syarkawi Rauf saat memberikan kuliah umum di STIE AMKOP Makassar, Sabtu, 15 Desember 2018, menyatakan bahwa penurunan inflasi yang sangat drastis disebabkan oleh ketersediaan bahan-bahan kebutuhan pokok, khususnya beras, bawang putih, minyak goreng, terigu, gula pasir putih, cabai, bawang merah dan kebutuhan pokok lainnya dalam jumlah serta waktu yang tepat, khususnya pada saat momen hari-hari besar keagamaan.
Hal ini dapat dilihat pada data BPS yang menunjukkan bahwa inflasi bahan makanan pada tahun 2014 masih sekitar 10,57 persen, turun menjadi 4,93 persen tahun 2015, 5,69 persen tahun 2016, 1,26 persen tahun 2017, dan diperkirakan hanya sekitar 1,69 persen tahun 2018, ujar mantan ketua KPPU periode 2015-2018 di STIE AMKOP, Makassar, 15 Desember 2018.
Lebih lanjut menurut Muhammad Syarkawi Rauf, andil bahan makanan terhadap pembentukan inflasi juga mengalami penurunan dari 2,06 persen tahun 2014 menjadi 0,98 persen tahun 2015, menjadi 1,21 persen tahun 2016, 0,25 persen tahun 2017, dan diperkirakan hanya 0,34 persen pada tahun 2018.
Inflasi yang semakin rendah berdampak pada daya beli masyarakat yang semakin baik.
Artinya dengan peningkatan pendapatan yang lebih tinggi dari inflasi (secara tahunan terjadi penyesuaian upah), masyarakat bisa membeli kebutuhan pokok dalam jumlah yang lebih banyak.
Sumber : https://bidikdata.com/sarjana-ekonomi-indonesia-nilai-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-pemerintahan-jokowi-berkualitas.html
No comments:
Post a Comment