Mataram- Eskalasi Politik jelang pelaksanaan Pemilu 2019 sudah mulai terlihat. Beberapa peristiwa "politik" seperti indikasi pemanfaatan aksi bela tauhid untuk kepentingan politis menjadi penanda dimulainya Pilpres 2019.
Menanggapi berbagai persoalan politik kebangsaan belakangan ini, Ketua MUI NTB Prof. H. Saiful Muslim, menyebut bangsa kita sedang diuji sebagai negara secara internal, seberapa kuat kita menghadapi gejolak-gejolak tersebut. Apalagi megingat secara geografis kita memang rawan dan bahaya karena kita negara kepulauan.
" Jadi mudah bagi orang luar mengintimidasi".
Adanya kasus pembakaran bendera bertuliskan tauhid, Saiful menilai bahwa hal tersebut merupakan satu rencana pihak-pihak yang ingin membenturkan kita sebagai umat Islam. Untuk itu, kasus tersebut hendaknya jangan dibesar-besarkan, dan menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum.
"Karena ini kan ada rencana membenturkan umat islam. Ketika terjadi perbenturan mereka ketawa. Maka umat islam pecah. Untuk itu umat islam jangan lengah".
Dia juga mengingatkan masyarakat agar tak terjebak dengan politisasi agama. Dikatakan bahwa bangsa Indonesia mempunyai pengalaman panjang pelaksanaan Pemilu sejak 1955. Pelaksanaannya selalu berlangsung dengan aman dan damai.
Dengan pengalaman pajang Pemilu tersebut, harusnya kita bisa lebih dewasa melaksanakannya. Jangan karena beda pilihan, kemudian tidak saling tegur sapa. Agama memerintahkan kita untuk saling menjaga.
"Tidak perlu terbawa emosional, pendukung tidak perlu berlebihan. Menjaga kesatuan dan persatuan bangsa".
Saiful Muslim mengajak para elit politik untuk menyampaikan pesan damai kepada para pendukung masing-masing untuk saling menjaga, tidak menghujat, sehingga tidak merusak persatuan dan kesatuan.
"Berbeda pilihan tidak dilarang, asal tidak saling menghujat sehingga silaturahim kita jadi rusak karena beda pilihan. Siapapun yang jadi adalah pemimpin kita," sambungnya.
"Mari jaga negara ini jadi kewajiban bersama. Umat islam harus menjaganya karena kitalah mayoritas. Kita menjaga apa yang diamanatkan pendiri bangsa yakni NKRI. Berbeda tak jadi masalah asal kita tetap NKRI".
Sementara Ketua FKUB, H. Syahdan Ilyas, mengingatkan kepada masyarakat bahwa pada prinsipnya pelaksanaan Pemilu, harus dalam situasi aman, tentram, damai sebagaimana pelaksanaan Pemilu yang sudah-sudah.
"Harus ada suasana kondusiflah. Ini kan anak bangsa semua. Oleh karena itu tidak boleh ada berdarah-darah" jelasnya.
Apalagi jika terjadi politisasi agama saat Pemilu, hal tersebut tentu tidak boleh terjadi. Menurutnya, penggunaan isu agama saat Pemilu tidak tepat karena akan membahayakan persatuan Bangsa. Yang justeru harus dilakukan para kandidat ialah bagaimana mereka menjual program kerja ke masyarakat.
"Negara ini harus dibangun, apalagi ada bencana banyak persoalan. Kita bertarung ide, gagasan bagaimana mewujudkan kesejahterannya jadi lebih baik dan bisa mengurangi angka kemiskinan. Tidak melakukan fitnah di medsos, apalagi politisasi agama, adu programlah. Itu yang kita kehendaki," imbuh Syahdan seraya menyebut sukses tidaknya Pemilu terletak pada masyarakat sebagai Pemilih untuk menjaganya agar Pemilu 2019 berjalan dengan aman, damai, tentram, dan tertib.
"Karena bagaimana mau membangun negara ini jika dalam kondisi konflik,". (*)
No comments:
Post a Comment