Retorika Prabowo Subianto tentang nasionalisme dan lainnya dianggap
sebagian masyarakat tidak sesuai dengan prilakunya dalam kehidupan
sosial dan berpolitik sehari-hari.
“Saya dari kecil mendukung NKRI, tapi saya malah dituduh mendukung
membela khilafah ISIS. Tapi ya sudahlah kalau orang sudah fitnah.
Kita janganlah terpancing, jangan dibikin marah,” ujar Prabowo dalam
sambutannya saat menghadiri deklarasi dukungan dari Relawan Rhoma Irama
di Markas Soneta, Jalan Tole Iskandar, Depok, Jawa Barat, Minggu
(28/10/2018).
Dalam kesempatan tersebut Prabowo sama sekali tidak menyinggung soal
kontroversi ormas HTI yang telah sah dibubarkan oleh pengadilan karena
bertentangan dengan Pancasila.
Juga saat mengunjungi kediaman Istri Almarhum Gus Dur, ketika Ibu
Shinta Nuriyah Wahid menanyakan perihal tersebut secara formal Prabowo
tidak menjawab spesifik. “Apakah mendukung pengubahan Pancasila menjadi
sistem Khilafah?” tanya Ibu Shinta.
“Masalah khilafah itu adalah propaganda yang sebetulnya picik, tapi
berbahaya karena rakyat bisa terpengaruh.” sontak Prabowo menjawab.
Prabowo juga menambahkan bahwa ia mempertaruhkan nyawanya untuk NKRI,
jadi tidak mungkin akan keluar dari sistem Pancasila dan NKRI.
Namun dalam kenyataannya Ketika Hizbut Tahrir Indonesia dibubarkan
oleh Pemerintahan Jokowi pada bulan Juli 2017, tidak terdengar sedikit
pun suara dukungan dari Prabowo maupun partainya terhadap pembubaran
kelompok pro khilafah itu.
Bahkan pada Mei 2018, Gerindra, PAN dan PKS mendukung HTI mengajukan banding atas pembubaran itu.
Menurut aktifis media sosial Denny Siregar retorika Prabowo bahwa ia
tidak mendukung khilafah, toh bukti di lapangan terlihat jelas partainya
mendukung keberadaan HTI. Prabowo bahkan disebut mengetahui bahwa
gerakan #2019GantiPresiden ditunggangi oleh HTI.
Bukti itu jelas dan nyata dari video yang viral yang menampilkan
Mardani Ali Sera dari PKS dan Ismail Yusanto Jubir HTI yang mengeluarkan
statemen, “ganti sistem”. Gerakan “ganti Presiden” ini didukung penuh
oleh Gerindra, dimana Fadli Zon, Waketum Gerindra, tampak aktif
melindungi para penggerak gerakan ini.
Sikap Prabowo juga sangat kontras dengan sahabatnya Raja Abdullah
Yordania yang telah secara tegas menindak organisasi Hizbut Tahrir
disana karena percobaan kudeta yang gagal, dimana Hizbut Tahrir menyusup
ke dalam tubuh militer.
Prabowo mungkin nasionalis, ia mungkin merasa dirinyalah yang
menunggangi HTI, bukan sebaliknya. Dan mungkin ia bercita-cita bahwa
jika kelak ia berkuasa, HTI tidak akan mampu mengubah Pancasila menjadi
negara khilafah.
Tapi Prabowo lupa, bahwa HTI itu adalah gerakan transnasional, yang tidak terbatas pada batas negara. Ia gerakan ideologi.
Keberadaannya sendiri akan merusak sendi-sendi suatu negara jika ia dibiarkan berkembang biak.
Hizbut Tahrir tidak bisa dijadikan teman, karena ia mampu menyusup ke
elemen pemerintahan sampai aparat sebelum melakukan kudeta yang
merugikan. Melarang keberadaannya jauh lebih berguna daripada
membiarkannya berkembang.
Jika Hizbut Tahrir mudah ditunggangi, lalu kenapa belasan negara
melarang keberadaannya? Apakah Prabowo lebih perkasa dari belasan negara
yang melarang keberadaan gerakan ideologis itu?
Prabowo mungkin tidak ingin mengubah Pancasila menjadi sistem
khilafah, tetapi membiarkan pendukung khilafah di dalam negara berasas
Pancasila tentu akan menggerogoti sistem itu sendiri.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional pasangan Joko Widodo atau Jokowi –
Ma’ruf Amin, Johnny G. Plate ikut menanggapi curhatan Prabowo Subianto
yang merasa dituduh mendukung berdirinya khilafah di Indonesia. Terkait
itu, Johnny meminta Prabowo, yang juga Capres nomor urut 02 di Pilpres
2019 untuk mengambil sikap yang tegas.
Menurut Johnny, masyarakat akan sulit percaya kalau yang dilakukan
Prabowo hanya curhat karena telah dituduh mendukung HTI. Menurutnya,
langkah Prabowo yang seperti itu tidak akan mengubah keadaan.
“Kalau pake curhat bilang (mengaku) tidak, tidak, rakyat susah
percaya,” jelas Johnny di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen,
Senayan, Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Politikus Partai Nasdem ini kemudian meminta Prabowo, yang juga Ketua
Umum Partai Gerindra untuk segera mengambil langkah tegas, dan tidak
hanya curhat untuk menimbulkan opini baru.
Johnny kemudian menganggap kalau tuduhan tersebut hanya dibuat oleh
sekelompok orang tidak bertanggung jawab yang ingin mengacaukan Pilpres
2019. Selain itu, Johnny menyarankan pada kubu oposisi untuk menyelidiki
adanya kemungkinan adanya kemungkinan penyusup di kubu Prabowo –
Sandiaga Uno.
“Ambil sikap yang tegas, berantas kalau ada unsur itu di tempatnya.
Jangan pakai curhat, ambil sikap yang tegas, jaga jarak, bubarin. Kasih
tahu aparat kalau ada inflitrasi kelompok yang seperti itu di dalam atau
ikut disana,” pungkasnya.
No comments:
Post a Comment