Jumlah subsidi energi hingga akhir tahun akan mencapai Rp163,5 triliun, yakni lebih tinggi dari APBN yang sebesar Rp94,5 triliun.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani di ruang rapat Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Selasa (17/7/2018).
“Jumlah itu, terdiri dari realisasi anggaran subsidi BBM dan LPG 3 kilogram sebesar Rp 103,5 triliun atau 220,8% dari target dan anggaran subsidi listrik Rp 59,99 triliun atau 125,9% dari target,” jelas Sri Mulyani.
Sementara, realisasi hingga semester pertama 2018 mencapai Rp 59,51 triliun atau 63% dari target.
Subsidi tersebut meningkat lantaran Pemerintah membantu beban keuangan PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
Sri Mulyani melanjutkan, membengkaknya anggaran subsidi merupakan hasil hitungan pemerintah berdasarkan jumlah subsidi yang sudah ada pada semester pertama dan perbedaan harga diesel yang ditetapkan dengan harga yang berlangsung.
Keputusan tersebut juga merupakan hasil pembahasan dengan Menteri ESDM dan Menteri BUMN serta memperhitungkan neraca keuangan Pertamina dan PLN.
Menurut Sri Mulyani, penambahan subsidi dialokasikan untuk PT Pertamina (Persero) yang harus menstabilisasi harga subsidi BBM. Selain itu anggaran tersebut juga untuk menopang PT Perusahaan Listrik Negara yang tidak mengalami kenaikan harga tahun ini.
Untuk itu, dalam setahun ini Pertamina harus menjalankan amanah dari Pemerintah untuk tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sehingga konsekuensinya anggaran subsidi meningkat.
Sedangkan untuk PLN juga diminta untuk tidak merubah tarif listriknya, sementara mereka tetap harus ekspansi untuk elektrifikasi listrik desa,
Kenaikan subsidi energi bertujuan menjaga daya beli masyarakat dan agar momentum pertumbuhan ekonomi terjaga dengan baik. (RN/MCF)
No comments:
Post a Comment