Kami Bukan Grup Anonymous
“Mohon ditulis pesan saya untuk teman-teman, fitnah adalah kezaliman, hoax bisa dikatakan sebagai fitnah.”
Mabes
Polri telah menciduk sejumlah orang yang menggawangi grup Muslim Cyber
Army (MCA). Mereka dituding sebagai biang kerok penyebaran berita-berita
hoax serta ujaran kebencian di media sosial yang meresahkan.
MCA mulai muncul bersamaan dengan terjadinya kasus penistaan agama Islam oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2016. Grup ini terus berkembang ketika suhu politik Pilkada DKI Jakarta yang diikuti Ahok makin panas.
Namun, pasca-Pilkada DKI, MCA terus melakukan perang bergerilya di medsos dengan dalih melawan kriminalisasi para ulama. Mereka juga menyebarkan isu-isu yang tak benar tentang kebangkitan PKI.
“Pada dasarnya pembelaan terhadap Islam. Waktu itu beredar atau terjadi yang ditangkap oleh kawan-kawan ada ketimpangan masalah ulama yang dikriminalisasi,” ujar Rizky Surya, salah satu yang mengaku sebagai ‘sniper’ MCA.
Berikut ini wawancara khusus detikX dengan lima anggota MCA yang kini ditahan di Direktorat Siber Bareskrim Polri, Senin 5 Maret 2018. Mereka terdiri atas Rizky Surya (Pangkal Pinang), Yuspiadin (Bandung), Ramdhani (Bali), Ronny (Palu), dan Muhammad Luthfy (Jakarta). Yuspiadin dan Ronny tidak banyak berbicara.
Apakah benar Anda bagian dari MCA?
Rizky Surya:
Bisa dikatakan kami itu bagian dari MCA. MCA ini OTB (organisasi tanpa bentuk). Semacam suatu gelombang yang naik terus. Individu-individu yang bergabung dalam suatu kelompok yang akhirnya membesar. Dasar awalnya yang saya tangkap dari peristiwa 411 dan 212. Seperti tercetus saja bahasa MCA. Pada Januari dan Februari 2017. Semuanya menamakan diri “kita MCA-MCA”. Grup bukan, orang bukan.
Berarti memang tidak dalam bentuk wadah, ya?
Wadahnya saya rasa dalam grup (Facebook). Semakin berkembang ke sini, itu mengerucut kebanyakan bernama MCA Group. Kita bisa bilang MCA itu bukan satu grup. Grup MCA itu ada 30-an jumlahnya. Ada MCA New, MCA United. Ada MCA yang 1.000 member, 4.000 member, 6.000 member, 10 ribu member. Paling untuk mengenali grup MCA itu dari foto sampul.
Jadi MCA yang awal atau asli itu ciri-cirinya apa saja?
Pada dasarnya pembelaan terhadap Islam. Waktu itu beredar atau terjadi, yang ditangkap oleh kawan-kawan, ada ketimpangan masalah ulama yang dikriminalisasi. Waktu itu, setelah Aksi 212 kan itu ada ketimpangan masalah putusan Ahok. Nah, di situlah mulai naik. Sekarang yang namanya grup MCA itu, perlu saya tekankan lagi, baru ada pada pertengahan 2017 ke sini. Dulu kita punya grup Pecinta FPI, Pecinta Habib Rizieq, Suara Rakyat, Suara Kedaulatan Rakyat, terus FPI Laskar Cyber, Kami Mencintai FPI, 212 Cyber Army. Itu semua sudah hilang.
Hilang kenapa? Apakah ada transformasi?
Bukan. Di belakang itu, yang tidak diketahui publik, adalah adanya perang akun antara yang pro dan kontra itu. Jadi ada saling ‘bunuh’ akun. Makanya, bisa dikatakan, MCA secara global ada yang bermain opini dan ada yang bermain perang akun atau sniper. Nah, bagian opinilah yang menjadi masalah sekarang ini, beredarnya hoax. Sekarang yang menjadi PR kita bersama adalah di opini. Kenapa? Karena begitu derasnya informasi di opini. Misalnya Jasmev, Ahokers, Kecebong, apa segala macam. Kan berita itu sambar-menyambar. Di situlah stabilitas negara ini menjadi goyang, karena terjadi pertentangan. Jadi kita tidak bilang bahwa MCA salah, karena terjadinya hoax itu pun bisa dari mana-mana.
Anda tadi bilang MCA itu tanpa bentuk, tapi apakah ada founder-nya?
Nggak bisa diraba kalau itu. Mungkin pembuat grup opini pertama itu Bareskrim yang tahu. Kalau ditanyakan ke saya, saya juga bingung. MCA itu, secara nama, besarnya setelah Aksi 212. Kalau penamaan grup dengan nama MCA itu pada pertengahan 2017. Nah, waktu Pilkada DKI itu tetap ada pertentangan. Jadi kita melihatnya bisa seperti pemerintahan dan oposisi. Yang jadi masalah sekarang ini semakin mendekati pilkada itu meruncing, kan. Ada (demo) 412, 212, 411, 211, 311. Makin ke sini sampai kita juga kena. Jadi sebetulnya, kalau kita dari awal tidak perang akun, kita tidak akan ke sini. Karena kita emosional dan keliru menanggapi.
Karena begini, berita itu terlalu banyak untuk kita filter. Ketika berita itu sudah viral, kita buka grup A isinya dia, buka grup lain lagi isinya dia lagi, apakah kalau begitu tidak bisa nantinya menjadi kebenaran? Ditambah lagi kan UU ITE berlaku. Dan yang kami lihat di lapangan, ada juga memakan korban, maksudnya secara fisik kelihatan, orangnya ditahan. Tapi efek ke dalamnya itu ada lagi, tetap tidak bisa kita mungkiri yang namanya fitnah itu adalah kezaliman. Hoax itu bisa dikatakan fitnah dan itu harus bisa dipahami. Mohon ditulis pesan saya untuk teman-teman, fitnah adalah kezaliman,
hoax bisa dikatakan sebagai fitnah.
Para anggota MCA yang ditahan di Bareskrim Polri. (Dari kiri) Ramhani, Ronny, Yuspiadin, Rizky Surya dan M. Luthfi
Foto : Gresnia Arela F/detikX
Ungkapan tadi sebagai bentuk penyesalan atau apa?
Ya, menyesal. Saya tidak antipati. Upaya kita waktu itu kan seperti, maaf, kok agama saya dilecehkan? Itu kan ungkapan perasaan kita, kita luapkan. Kadang-kadang juga dari grup lawan, seperti Jasmev, kita hilangkan. Tapi efek ke depannya, ketika ada hal seperti itu, kita juga ikut bermain.
MCA mulai muncul bersamaan dengan terjadinya kasus penistaan agama Islam oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2016. Grup ini terus berkembang ketika suhu politik Pilkada DKI Jakarta yang diikuti Ahok makin panas.
Namun, pasca-Pilkada DKI, MCA terus melakukan perang bergerilya di medsos dengan dalih melawan kriminalisasi para ulama. Mereka juga menyebarkan isu-isu yang tak benar tentang kebangkitan PKI.
“Pada dasarnya pembelaan terhadap Islam. Waktu itu beredar atau terjadi yang ditangkap oleh kawan-kawan ada ketimpangan masalah ulama yang dikriminalisasi,” ujar Rizky Surya, salah satu yang mengaku sebagai ‘sniper’ MCA.
Berikut ini wawancara khusus detikX dengan lima anggota MCA yang kini ditahan di Direktorat Siber Bareskrim Polri, Senin 5 Maret 2018. Mereka terdiri atas Rizky Surya (Pangkal Pinang), Yuspiadin (Bandung), Ramdhani (Bali), Ronny (Palu), dan Muhammad Luthfy (Jakarta). Yuspiadin dan Ronny tidak banyak berbicara.
Apakah benar Anda bagian dari MCA?
Rizky Surya:
Bisa dikatakan kami itu bagian dari MCA. MCA ini OTB (organisasi tanpa bentuk). Semacam suatu gelombang yang naik terus. Individu-individu yang bergabung dalam suatu kelompok yang akhirnya membesar. Dasar awalnya yang saya tangkap dari peristiwa 411 dan 212. Seperti tercetus saja bahasa MCA. Pada Januari dan Februari 2017. Semuanya menamakan diri “kita MCA-MCA”. Grup bukan, orang bukan.
Berarti memang tidak dalam bentuk wadah, ya?
Wadahnya saya rasa dalam grup (Facebook). Semakin berkembang ke sini, itu mengerucut kebanyakan bernama MCA Group. Kita bisa bilang MCA itu bukan satu grup. Grup MCA itu ada 30-an jumlahnya. Ada MCA New, MCA United. Ada MCA yang 1.000 member, 4.000 member, 6.000 member, 10 ribu member. Paling untuk mengenali grup MCA itu dari foto sampul.
Jadi MCA yang awal atau asli itu ciri-cirinya apa saja?
Pada dasarnya pembelaan terhadap Islam. Waktu itu beredar atau terjadi, yang ditangkap oleh kawan-kawan, ada ketimpangan masalah ulama yang dikriminalisasi. Waktu itu, setelah Aksi 212 kan itu ada ketimpangan masalah putusan Ahok. Nah, di situlah mulai naik. Sekarang yang namanya grup MCA itu, perlu saya tekankan lagi, baru ada pada pertengahan 2017 ke sini. Dulu kita punya grup Pecinta FPI, Pecinta Habib Rizieq, Suara Rakyat, Suara Kedaulatan Rakyat, terus FPI Laskar Cyber, Kami Mencintai FPI, 212 Cyber Army. Itu semua sudah hilang.
Hilang kenapa? Apakah ada transformasi?
Bukan. Di belakang itu, yang tidak diketahui publik, adalah adanya perang akun antara yang pro dan kontra itu. Jadi ada saling ‘bunuh’ akun. Makanya, bisa dikatakan, MCA secara global ada yang bermain opini dan ada yang bermain perang akun atau sniper. Nah, bagian opinilah yang menjadi masalah sekarang ini, beredarnya hoax. Sekarang yang menjadi PR kita bersama adalah di opini. Kenapa? Karena begitu derasnya informasi di opini. Misalnya Jasmev, Ahokers, Kecebong, apa segala macam. Kan berita itu sambar-menyambar. Di situlah stabilitas negara ini menjadi goyang, karena terjadi pertentangan. Jadi kita tidak bilang bahwa MCA salah, karena terjadinya hoax itu pun bisa dari mana-mana.
Anda tadi bilang MCA itu tanpa bentuk, tapi apakah ada founder-nya?
Nggak bisa diraba kalau itu. Mungkin pembuat grup opini pertama itu Bareskrim yang tahu. Kalau ditanyakan ke saya, saya juga bingung. MCA itu, secara nama, besarnya setelah Aksi 212. Kalau penamaan grup dengan nama MCA itu pada pertengahan 2017. Nah, waktu Pilkada DKI itu tetap ada pertentangan. Jadi kita melihatnya bisa seperti pemerintahan dan oposisi. Yang jadi masalah sekarang ini semakin mendekati pilkada itu meruncing, kan. Ada (demo) 412, 212, 411, 211, 311. Makin ke sini sampai kita juga kena. Jadi sebetulnya, kalau kita dari awal tidak perang akun, kita tidak akan ke sini. Karena kita emosional dan keliru menanggapi.
Karena begini, berita itu terlalu banyak untuk kita filter. Ketika berita itu sudah viral, kita buka grup A isinya dia, buka grup lain lagi isinya dia lagi, apakah kalau begitu tidak bisa nantinya menjadi kebenaran? Ditambah lagi kan UU ITE berlaku. Dan yang kami lihat di lapangan, ada juga memakan korban, maksudnya secara fisik kelihatan, orangnya ditahan. Tapi efek ke dalamnya itu ada lagi, tetap tidak bisa kita mungkiri yang namanya fitnah itu adalah kezaliman. Hoax itu bisa dikatakan fitnah dan itu harus bisa dipahami. Mohon ditulis pesan saya untuk teman-teman, fitnah adalah kezaliman,
hoax bisa dikatakan sebagai fitnah.
Foto : Gresnia Arela F/detikX
Ungkapan tadi sebagai bentuk penyesalan atau apa?
Ya, menyesal. Saya tidak antipati. Upaya kita waktu itu kan seperti, maaf, kok agama saya dilecehkan? Itu kan ungkapan perasaan kita, kita luapkan. Kadang-kadang juga dari grup lawan, seperti Jasmev, kita hilangkan. Tapi efek ke depannya, ketika ada hal seperti itu, kita juga ikut bermain.
Ramdhani:
Kalau boleh saya tambahkan, MCA ini banyak kecewa karena MCA itu yang bergerak di bidang opini itu seperti ada penutupan informasi. Di kebanyakan anggota MCA itu berpikir, bapak-bapak ini (Bareskrim) tidak adil. Karena pada saat ada yang menista Islam, itu terjadi pendiaman, ada tebang pilih. Tapi, setelah kita di sini (ditahan) dan bapak-bapak ini memperlihatkan datanya, ternyata memang sudah banyak juga yang menista Islam itu ditangkap. Jadi di grup-grup opini, info-info seperti ini (penangkapan penista Islam) seperti ditutupi. Jadi seolah-olah ada pembiaran sehingga kita menyangka ada ketidakadilan.
Bagaimana job desk antara opini dan sniper MCA?
Di grup opini itu kita nggak ada apa-apa, ya kita hanya mantau. Kita juga masuk ke grup-grup yang sering menista. Dari situ kita bisa tarik akunnya. Nah, kita juga ada jadwal perang tertentu. Misalnya jam subuh kita perang, pukul 13.00 WIB, dan pukul 20.00 WIB.
Jadi nanti akan kita pajang 25 link. Terus akun yang berkoar-koar menghina Islam kita pajang. Akun tersebut kita serang ramai-ramai dan kita ‘bunuh’. Khusus kami-kami ini, karena kami admin, kami serang admin lawan.
Itu perang terbuka untuk publik medsos?
Tidak. Grup kami rahasia semua. Tertutup. Nggak bisa dilihat orang luar. Dan setahu saya, grup sniper itu ada 20-an. Jadi setiap pukul 20.00 WIB itu kita ada serangan gabungan. Pukul 20.00 WIB itu adalah waktunya akun-akun kuat, jadi kita gabung sama grup-grup lain.
Rizky Surya:
Kita ini sudah menumbangkan banyak. Yang saya hitung sendiri nih, ya, akun yang saya masuki itu ada 26 akun grup sniper. Kalau jumlah korban akun yang kita shutdown ada ribuan.
Jadi Anda kan mencari target dengan masuk ke grup-grup yang akan dimusnahkan. Setelah dapat, akan diambil alih?
Iya, betul, seperti itu. Tapi kita nggak bisa ambil alih. Saya perlu tekankan di situ. Kita hanya menghancurkan atau me-report saja. Jadi menonaktifkan.
Muhammad Luthfy:
Grup cabul, grup LGBT juga kita bantai.
Rizky Surya:
Grup LGBT atau grup cabul juga menjadi perhatian kami. Kenapa? Pertama, karena di perang akun ini ada yang namanya tip and triknya. Semakin banyak kita menghanguskan akun, kekuatan akun kita untuk merobohkan akun lawan itu semakin kuat. Kedua, grup-grup LGBT itu bertentangan. Dan grup-grup seperti itu sangat mudah dihancurkan. Itu jadi ladang latihan kita. Kenapa mudah dihancurkan? Karena sifatnya grup itu menarik massa, makanya setting-an grupnya ‘public’.
Sekarang ini, selain kampanye hitam atau masalah politik, bangsa kita ini juga sedang mengalami krisis moral. Banyak akun juga yang menawarkan diri. Coba sekarang Anda buka grup, banyak grup gay. Ada grup gay Palembang, gay Bandung, gay Aceh. Bisa dibuktikan.
Kembali lagi ke hoax yang mengatasnamakan MCA. Balik lagi saya katakan, yang bikin hoax itu belum tentu MCA, belum tentu Jasmev, belum tentu Projo, belum tentu Kecebong. Kalau MCA secara global bisa kita bilang yang beragama kami (Islam) yang merasa ada ketimpangan-ketimpangan bisa dinamakan MCA. Tapi juga saya tidak bisa memungkiri saya juga kadang marah, kesal, karena tidak semua yang menyebut diri MCA itu inteligensianya bisa nangkap.
Ada syarat atau keahlian khusus untuk masuk grup MCA?
Tergantung. Kalau untuk opini itu biasanya diundang. Misalnya ini muslim, ya, diundang.
Kalau sniper apakah harus punya kemampuan IT?
Nggak. Tapi kalau tip and triknya ya banyak. Saya buka FB Anda, saya bisa tahu semua. Bisa lihat dibuatnya kapan, e-mail-nya, nomor teleponnya.
Kalau boleh saya tambahkan, MCA ini banyak kecewa karena MCA itu yang bergerak di bidang opini itu seperti ada penutupan informasi. Di kebanyakan anggota MCA itu berpikir, bapak-bapak ini (Bareskrim) tidak adil. Karena pada saat ada yang menista Islam, itu terjadi pendiaman, ada tebang pilih. Tapi, setelah kita di sini (ditahan) dan bapak-bapak ini memperlihatkan datanya, ternyata memang sudah banyak juga yang menista Islam itu ditangkap. Jadi di grup-grup opini, info-info seperti ini (penangkapan penista Islam) seperti ditutupi. Jadi seolah-olah ada pembiaran sehingga kita menyangka ada ketidakadilan.
Bagaimana job desk antara opini dan sniper MCA?
Di grup opini itu kita nggak ada apa-apa, ya kita hanya mantau. Kita juga masuk ke grup-grup yang sering menista. Dari situ kita bisa tarik akunnya. Nah, kita juga ada jadwal perang tertentu. Misalnya jam subuh kita perang, pukul 13.00 WIB, dan pukul 20.00 WIB.
Jadi nanti akan kita pajang 25 link. Terus akun yang berkoar-koar menghina Islam kita pajang. Akun tersebut kita serang ramai-ramai dan kita ‘bunuh’. Khusus kami-kami ini, karena kami admin, kami serang admin lawan.
Itu perang terbuka untuk publik medsos?
Tidak. Grup kami rahasia semua. Tertutup. Nggak bisa dilihat orang luar. Dan setahu saya, grup sniper itu ada 20-an. Jadi setiap pukul 20.00 WIB itu kita ada serangan gabungan. Pukul 20.00 WIB itu adalah waktunya akun-akun kuat, jadi kita gabung sama grup-grup lain.
Rizky Surya:
Kita ini sudah menumbangkan banyak. Yang saya hitung sendiri nih, ya, akun yang saya masuki itu ada 26 akun grup sniper. Kalau jumlah korban akun yang kita shutdown ada ribuan.
Jadi Anda kan mencari target dengan masuk ke grup-grup yang akan dimusnahkan. Setelah dapat, akan diambil alih?
Iya, betul, seperti itu. Tapi kita nggak bisa ambil alih. Saya perlu tekankan di situ. Kita hanya menghancurkan atau me-report saja. Jadi menonaktifkan.
Muhammad Luthfy:
Grup cabul, grup LGBT juga kita bantai.
Rizky Surya:
Grup LGBT atau grup cabul juga menjadi perhatian kami. Kenapa? Pertama, karena di perang akun ini ada yang namanya tip and triknya. Semakin banyak kita menghanguskan akun, kekuatan akun kita untuk merobohkan akun lawan itu semakin kuat. Kedua, grup-grup LGBT itu bertentangan. Dan grup-grup seperti itu sangat mudah dihancurkan. Itu jadi ladang latihan kita. Kenapa mudah dihancurkan? Karena sifatnya grup itu menarik massa, makanya setting-an grupnya ‘public’.
Sekarang ini, selain kampanye hitam atau masalah politik, bangsa kita ini juga sedang mengalami krisis moral. Banyak akun juga yang menawarkan diri. Coba sekarang Anda buka grup, banyak grup gay. Ada grup gay Palembang, gay Bandung, gay Aceh. Bisa dibuktikan.
Kembali lagi ke hoax yang mengatasnamakan MCA. Balik lagi saya katakan, yang bikin hoax itu belum tentu MCA, belum tentu Jasmev, belum tentu Projo, belum tentu Kecebong. Kalau MCA secara global bisa kita bilang yang beragama kami (Islam) yang merasa ada ketimpangan-ketimpangan bisa dinamakan MCA. Tapi juga saya tidak bisa memungkiri saya juga kadang marah, kesal, karena tidak semua yang menyebut diri MCA itu inteligensianya bisa nangkap.
Ada syarat atau keahlian khusus untuk masuk grup MCA?
Tergantung. Kalau untuk opini itu biasanya diundang. Misalnya ini muslim, ya, diundang.
Kalau sniper apakah harus punya kemampuan IT?
Nggak. Tapi kalau tip and triknya ya banyak. Saya buka FB Anda, saya bisa tahu semua. Bisa lihat dibuatnya kapan, e-mail-nya, nomor teleponnya.
Apakah ketika mendapatkan berita tidak melakukan cross-check kebenaran di media-media mainstream?
Ramdhani:Justru tidak pernah ada berita tentang penista ulama di sana, ya. Berita yang beredar di grup-grup kami yang besar itu tidak ada di media-media itu. Jadi kita berpikir (berita yang beredar di grup) itu benar, nih. Makanya, ketika berita itu viral, itu menjadi kebenaran berita.
Cara membedakan MCA atau bukan dari mana?
Rizky Surya:
Aku melihatnya, kalau dia ada ghiroh Islam, bisa aku sebut MCA. Nah, saya pribadi nggak suka akun yang, biarpun dia tauhid segala macam, wall-nya kosong. Minimal dia harus menunjukkan posting-an. Kita ini bukan grup anonymous dan bukan ahli IT. Buktinya kita ini tertangkap.
Apa hubungan Sniper Team, Cyber Muslim Defeat Hoaks, United Muslim Army, dan Family Team Cyber?
Itu bagian terkecil dan tidak ada hubungan. Cyber Muslim Defeat Hoaks malah terbengkalai, tidak terpakai.
Ramdhani:
Jadi saya ada grup namanya Akademi Tempur. Di sana saya bikin tutorial. Jadi sniper-sniper itu dilatih. Bagaimana cara nguatin akun, cari dan matiin akun.
Anda belajar dari mana?
Saya otodidak, pengalaman saja. Tutorial itu saya tulis saja.
Apakah MCA juga bermain di Twitter?
Rizky Surya:
Kalau di Twitter saya angkat tangan, saya tidak punya Twitter. Karena pertempuran itu lebih sengit di FB. FB itu seperti KTP, tiap orang pasti punya satu. Dan FB itu kan penggunanya 127 juta di Indonesia. Tapi saya tanya-tanya nih pas di sel tahanan, katanya orang Jakarta sudah nggak pakai lagi FB, seringnya Instagram. Tapi untuk di daerah-daerah itu masih FB.
Apakah MCA berkaitan juga dengan Saracen?
Ramdhani:
Nggak ada. Garis juangnya saja beda. Mereka kan main di opini dan yang saya tahu mereka ambil alih akun, kan? Saya juga main di opini sih, tapi nggak terlalu sering.
Rizky Surya:
Nggak ada itu (kaitan). Cuma tahu saja ada Saracen dulunya. Itu senior. Kalau orang masuk di perang akun bilang ‘itu senior’, ‘itu legenda’. Yang saya tangkap Saracen itu orang yang sudah lama yang main perang akun, hebat, bisa ambil alih grup, bisa ambil alih akun.
Apakah Anda mendapatkan bayaran dalam men-takedown akun?
Rizky Surya:
Kalau misalnya kita dapat persenan, sudah kaya kali, kita nggak kayak begini. Nggak pernah ada itu saya menghargai satu akun berapa per kepalanya.
Ramdhani:
Nggak ada. Kami tuh cuma mengandalkan link-link-nya dari mereka ini (Yuspiadin dan Ronny). Jadi link-link itu mereka yang cari. Dan saya itu nggak akan pernah menembak akun kalau tidak ada bukti penghinaan. Saya selalu bilang ke member saya yang jumlahnya 800 orang itu, kalau nggak ada bukti, dilarang nembak. Makanya selalu bawa bukti screenshot. Nah, habis itu, baru kita garap.
Polisi membekuk 6 orang pelaku
penyebaran isu provokatif dan ujaran kebencian (hate speech) yang
tergabung dalam Muslim Cyber Army (MCA).
Foto : Rengga Sancaya/detikcom
Kalau akun The Family Cyber itu kapan didirikan?
Itu grup paling baru justru, sudah sebulanlah. Itu memang kita yang buat. Karena susah takedown akun admin karena kuat, jadi kita gabungan.
Jadi saya ada grup namanya Akademi Tempur. Di sana saya bikin tutorial. Jadi sniper-sniper itu dilatih. Bagaimana cara nguatin akun, cari dan matiin akun.
Kalau terkait Pilkada DKI, MCA melihat seperti apa?
Rizky Surya:
Kan Anies itu lawan Ahok. Ketika Ahok dianggap menistakan agama, kita istilahnya yang melawan Ahok dinamakan MCA, walaupun tidak harus MCA. Jadi pilihannya ya pemimpin Islam. Kan ada dua pilihan, tetap nanti akan berperang lagi, masing-masing saling melebihkan. Perkara itu hoax atau bukan wallahualam.
Anda profesi sebagai apa?
Saya kebetulan PNS di Pangkal Pinang. Sudah, begitu saja profilnya.
Bisa diceritakan saat penangkapan seperti apa?
Itu pukul 09.00 WIB. Sebelum berangkat kerja. Nah, datang empat polisi. Mereka datang, bilang mereka polisi. Dia tanya kesalahan saya apa, ya sudah, saya pasrah saja. Sudah tahu juga sih risikonya akan seperti apa.
Apa bukti yang ditunjukkan polisi untuk menangkap Anda?
Saya mengakui saya melakukan fitnah. Ya, posting-an. Jadi di satu sisi kita sedang melakukan pembelaan terhadap agama. Tapi, ketika hal itu menjadi viral, kita kepancing, panas. Saya bukan tipe akun yang nge-share, hanya membagikan di wall saya sendiri, yang lihat paling 100-an. Tapi mungkin sudah dianggap punya efek dan tetap dikategorikan melanggar undang-undang. Secara hukum agama itu fitnah karena kita tidak mengetahui letak kebenarannya. Makanya kita harus berjiwa besar. Kita sama-sama sekarang ini menghentikan hoax.
Anda profesinya apa?
Ramdhani:Saya kerja jadi pramuniaga di Bali, pulang kerja baru aktif. Jam perang pokoknya saya hadir. Saya jaga toko di Denpasar, Bali. Tapi lahir di Jakarta. Keluarga saya di Jakarta. Sudah, itu saja mengenai profil.
Bagaimana kisah penangkapannya?
Saya dijebak. Kan lagi libur. Terus bos saya telepon. Katanya, “Ramdhani, ke kantor sekarang, ngobrolin soal target kamu, nih." “Oke, Pak,” kata saya. Sudah begitu, pas saya datang ke kantor, langsung dipepet sama pak polisi. Saya terbuka pikiran tuh, di sini saja pas ditahan, dikira kami bakal babak belur. Alhamdulillah, di sini manusiawi banget.
Kalau Anda bagaimana cerita waktu ditangkap?
Muhammad Luthfy:Saya ditangkap pas lagi tidur di atas sajadah. Masih pakai gamis dan peci. Istri saya membangunkan, katanya ada yang datang. Saya keluar, saya duduk dulu karena masih pusing. Terus empat orang memperkenalkan diri katanya polisi. Polisi tanya, "Kamu tahu nggak kesalahan kamu apa?” Saya jawab saja sudah tahu. Pak polisi bilang, "Bagus." Ha-ha-ha….
Yang di Korea itu teman Anda juga?
Hanya tahu saja. Kami mengenal satu sama lain, tapi nggak pernah bertatap muka langsung.
Perangkatnya apa saja untuk buat MCA?
Ya, HP saja. Nggak ada alat canggih. Jangan dibayangkan kita itu kayak di film-film. Kita beraksi itu santai saja. Kayak… tahu kan danau Sunter? Ya, saya sambil mancing saja, duduk sambil main HP. Tetangga-tetangga nggak ada yang tahu kalau saya MCA.
Reporter: Ibad Durohman, Gresnia Arela F
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim
Sumber
Itu grup paling baru justru, sudah sebulanlah. Itu memang kita yang buat. Karena susah takedown akun admin karena kuat, jadi kita gabungan.
Jadi saya ada grup namanya Akademi Tempur. Di sana saya bikin tutorial. Jadi sniper-sniper itu dilatih. Bagaimana cara nguatin akun, cari dan matiin akun.
Kalau terkait Pilkada DKI, MCA melihat seperti apa?
Rizky Surya:
Kan Anies itu lawan Ahok. Ketika Ahok dianggap menistakan agama, kita istilahnya yang melawan Ahok dinamakan MCA, walaupun tidak harus MCA. Jadi pilihannya ya pemimpin Islam. Kan ada dua pilihan, tetap nanti akan berperang lagi, masing-masing saling melebihkan. Perkara itu hoax atau bukan wallahualam.
Anda profesi sebagai apa?
Saya kebetulan PNS di Pangkal Pinang. Sudah, begitu saja profilnya.
Bisa diceritakan saat penangkapan seperti apa?
Itu pukul 09.00 WIB. Sebelum berangkat kerja. Nah, datang empat polisi. Mereka datang, bilang mereka polisi. Dia tanya kesalahan saya apa, ya sudah, saya pasrah saja. Sudah tahu juga sih risikonya akan seperti apa.
Apa bukti yang ditunjukkan polisi untuk menangkap Anda?
Saya mengakui saya melakukan fitnah. Ya, posting-an. Jadi di satu sisi kita sedang melakukan pembelaan terhadap agama. Tapi, ketika hal itu menjadi viral, kita kepancing, panas. Saya bukan tipe akun yang nge-share, hanya membagikan di wall saya sendiri, yang lihat paling 100-an. Tapi mungkin sudah dianggap punya efek dan tetap dikategorikan melanggar undang-undang. Secara hukum agama itu fitnah karena kita tidak mengetahui letak kebenarannya. Makanya kita harus berjiwa besar. Kita sama-sama sekarang ini menghentikan hoax.
Anda profesinya apa?
Ramdhani:Saya kerja jadi pramuniaga di Bali, pulang kerja baru aktif. Jam perang pokoknya saya hadir. Saya jaga toko di Denpasar, Bali. Tapi lahir di Jakarta. Keluarga saya di Jakarta. Sudah, itu saja mengenai profil.
Bagaimana kisah penangkapannya?
Saya dijebak. Kan lagi libur. Terus bos saya telepon. Katanya, “Ramdhani, ke kantor sekarang, ngobrolin soal target kamu, nih." “Oke, Pak,” kata saya. Sudah begitu, pas saya datang ke kantor, langsung dipepet sama pak polisi. Saya terbuka pikiran tuh, di sini saja pas ditahan, dikira kami bakal babak belur. Alhamdulillah, di sini manusiawi banget.
Kalau Anda bagaimana cerita waktu ditangkap?
Muhammad Luthfy:Saya ditangkap pas lagi tidur di atas sajadah. Masih pakai gamis dan peci. Istri saya membangunkan, katanya ada yang datang. Saya keluar, saya duduk dulu karena masih pusing. Terus empat orang memperkenalkan diri katanya polisi. Polisi tanya, "Kamu tahu nggak kesalahan kamu apa?” Saya jawab saja sudah tahu. Pak polisi bilang, "Bagus." Ha-ha-ha….
Yang di Korea itu teman Anda juga?
Hanya tahu saja. Kami mengenal satu sama lain, tapi nggak pernah bertatap muka langsung.
Perangkatnya apa saja untuk buat MCA?
Ya, HP saja. Nggak ada alat canggih. Jangan dibayangkan kita itu kayak di film-film. Kita beraksi itu santai saja. Kayak… tahu kan danau Sunter? Ya, saya sambil mancing saja, duduk sambil main HP. Tetangga-tetangga nggak ada yang tahu kalau saya MCA.
Reporter: Ibad Durohman, Gresnia Arela F
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim
Sumber
No comments:
Post a Comment